Senin, 24 Desember 2012
Sosialisasi Tentang BANK Sampah Kampung Barangbang
Sebagai bentuk kepedulian Pemuda dalam organisasi Karang Taruna Kelurahan Muara Ciujung Timur Kecamatan Rangkasbitung, mengadakan program Bank Sampah yang di komandani oleh Sdr.Andi yang merupakan pemuda asal Kp. barangbang yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Saya dan Andi melakukan sosialisasi tentang Bank Sampah dari majlis Taklim dan ibu PKK dilingkungan Kelurahan MC Timur
Jumat, 21 Desember 2012
Hari Ibu 2012
Beberapa topik di FB banyak yang berceloteh tentang hari ibu, membuat aku sejenak merenung mengingat ngingat waktu lampau ketika MAMAH, sebutan ku memanggil ibuku tersayang. beliau adalah sosok yang berani dan menyayangi anak-anaknya". Namun sayang kebersamaan kami terhenti tahun 1997 ketika beilau meninggalkan kami untuk selamanya. Mamah adalah sosok yang selalu mengingatkan aku untuk terus menjadi yang terbaik, dan mengejar segala mimpi-mimpiku. Dia adalah sosok yang paling dekat denganku, dan dia tahu apa yang aku rasakan sehingga kadang ketika aku ada masalah atau sakitadia gak usah bertanya apakah kamu sakit atau apa karena dia akan memanggilku dan kemudian bertanya."ada apa ?". Mamah akan tahu jika aku habis berkelahi atau tidak dari gerak-geriku pulang ke rumah. maklumlah waktu kecil, aku sering berkelahi, dan mamah adalah orang yang sering kali hadir ke sekolah ketika aku melakukan perilaku kurang terpuji disekolah.
suatu hari Mamah pernah menawarkanku untuk belajar seni beladiri, bagus untuk anak laki-laki katanya. dan ini kemudian membawa efek positif bagiku karena semenjak itu hobi berkelahiku perlahan hilang, dukungan dan suport selalu mamah berikan untuku membuatku yakin dan percaya diri. kehadiran mamah membuat figur seorang ayah menjadi kurang bermakna bagiku, mungkin karena mamah telah memberikan segalanya bagiku. jadi bisa dibayangkan ketika dia meninggalkanku untuk selamanya, ada perasaan kehilangan dari jiwaku yang sangat dalam...
dipusara mamah, aku berjanji untuk meneruskan dan mewujudkan keinginan mamah. aku masih ingat beberapa bulan setelah mamah meninggal indeks prestasi kuliahku meningkat drastis hingga mencapai 3.9 sampai 4.0, dan ini membuat heran beberapa temanku mengapa nilai ujianku mendadak melonjak drastis dari awal biasa-biasa saja menjadi luar biasa.
kini sudah 15 tahun mamah meninggalkan kami untuk selamanya, namun spirit dan cita-citanya masih ku genggam kuat dan erat....satu janjiku sudah kutepati, untuk menjadi pendidik seperti mamahku tersayang. padahal awalnya aku sudah berkarir sebagai banker di sebuah bank swasta terkenal di indonesia. namun dorongan untuk meneruskan perjuangan mamahku lebih kuat sehingga aku meninggalkan karir di bank untuk menjadi tenaga pendidik (sebuah profesi yang dulu mamah lakukan).
Sabtu, 15 Desember 2012
Jumat, 14 Desember 2012
Dangerous School
Terus terang ketika membaca sebuah buku yang berjudul Dangerous School, dari judulnya saja sudah memancing rasa keingin tahuan, rasa penasaran saya mengapa Irwin A. Hyman dan Pamela Snook mengambil judul seperti diatas. Ternyata buku tersebut merupakan perjalanan kisah mereka selama 30 tahun menjadi School Psychologist yang sering melihat dan mengalami bagaimana keadaan sekolah beserta dinamika didalamnya.
Mereka melihat bagaimana sikap dan perlakuan guru sering salah dan kurang tepat dalam menangani siswanya, seperti misalkan penghukuman fisik kepada siswa ternyata dapat mengakibatkan post traumatic stress disorder dan bahkan gngguan masalah emosional bagi siswa yang mengalaminya. Bahkan dalam beberapa kasus terjadinya komplain dari orang tua murid terhadap guru ybs atau sekolah secara institusional. Hal ini baru-baru ini terjadi di jawa barat bagaimana orang tua yang tidak terima anaknya di potong rambutnya yang gondrong balik memotong rambut guru yang memotong rambut anaknya bersama teman-temanya, kemudian di jawa timur bagaimana seorang guru perempuan di tampar dan di ancam dengan senjata api oleh orang tua murid gara-gara si guru menempeleng si anak karena anak tersebut sudah berperilau diluar batas.
Dalam bukunya dijelaskan bagaiman sifat dan perilaku guru juga sering salah dengan melakukan kesalahan non fisik ada beberapa hal yang sering dilakukan guru seperti :
Dalam bukunya dijelaskan bagaiman sifat dan perilaku guru juga sering salah dengan melakukan kesalahan non fisik ada beberapa hal yang sering dilakukan guru seperti :
- Dalam mendisiplinkan siswa siswa guru kadang melakukan ancaman-ancaman atau intimidasi dengan harapan si anak akan berubah
- Rendahnya kedekatan humanis antara guru dan siswa sehingga membuat siswa tidak mengalami kedekatan secara emosional dengan gurunya. Maka tak heran apa ssaja yang gurunya berikan dan nasehatkan tidak pernah di dengar oleh siswanya. Hal ini sering kali menimpa para guru yang hanya datang ke sekolah mengajar dan merasa tugasnya cukup dengan mengajar, tipe guru yang merasa tugasnya terbatasi hanya pada jam mengajar mereka. padahal seorang guru dituntut lebih dari itu
- Sekolah tidak mampu menyediakan fasilitas dan sarana siswa mengembangkan hobby dan pengembangan kepribadian positif. Seperti diketahui bagaimana manfaat ekstra kurikuler olahraga dalam menyalurkan sifat agresif dan kompetitif siswa disekolah, dan dalam kegiatan olah raga siswa diajarkan nilai-nilai dan rasa sportivitas yang tinggi sehingga anak akan secara tidak sadar menginternalisasikan nilai sportivitas, fairness dan rasa kepercayaan dirrinya dalam kehidupan sehari-hari.
- Sikap guru yang otoriter akan membunuh sikap keberanian dalam pengambilan keputusan serta kreativitas dalam menghadapi situasi ternentu pada siswa.
- guru dengan secara sadar mengucapkan kata-kata hinaan, ejekan atau pencemaran nama baik siswa sehingga si anak akan merasa tidak nyaman atau malu atas perkataan si guru
- Guru kadang tidak mensikapi serius ketika ada fenomena bullying disekolahnya. karena hal itu dipandang sebagai kenakalan biasa. maka tidak aneh ketika bullying ini kian hari kian menjadi-jadi terjadi buka hanya disekolah swasta tetapi juga terjadi deskolah negeri favorit, dan anak-anak yang hasil didikan bulying ini menjadi pelaku utama dala beberapa tawuran yang memakan korban jiwa
- dalam penyelesaian masalah disekolah, guru kadang suka mengkambinghitamkan beberapa siswa yang sering di anggap biang kerok, ini kalau berjalan terus menerus kana membuat kepercayaan diri si anak bermasalah akan hilang dan dia akan merasa dirinya adalah biang kerok dan dia akan eksis dan nyaman dengan predikat tersebut
Busy Hour...
Hari ini Desember tanggal 15 Tahun 2012, UAS semester ganjil sudah usai, sekarang ada setumpuk kerjaan yang harus saya segera selesaikan yaitu antara lain adalah mengisi raport dan memeriksa hasil ujian merekap dan menyetorkan ke Panitia UAS dan Wakasek Kurikulum.
PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARKATER
Pendidikan
karakter sebagai sebuah program kurikuler telah dipraktekan di sejumlah negara.
Studi J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor (2000) menunjukkan bagaimana pembelajaran dan pengajaran
nilai-nilai sebagai cara membentuk karakter terpuji telah dikembangkan di
sekolah-sekolah di Inggris. Peran sekolah yang menonjol terhadap pembentukan
karakter berdasarkan nilai-nilai tersebut ialah dalam dua hal yaitu:
to
build on and supplement the values children have already begun to develop by
offering further exposure to a range of values that are current in society
(such as equal opportunities and respect for diversity); and to help children
to reflect on, make sense of and apply their own developing values (Halstead dan Taylor, 2000: 169).
Untuk
membangun dan melengkapi nilai-nilai yang telah dimiliki anak agar
berkembang sebagaiamana nilai-nilai
tersebut juga hidup dalam masyarakat, serta agar anak mampu merefleksikan,
peka, dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut, maka pendidikan karakter tidak
bisa berjalan sendirian. Dalam kasus di Inggris, review penelitian tentang
pengajaran nilai-nilai selama dekade 1990-an memperlihatkan bahwa pendidikan
karakter yang diusung dengan kajian nilai-nilai dilakukan dengan program lintas
kurikulum. Halstead dan Taylor (2000: 170-173) menemukan bahwa nilai-nilai yang
diajarkan tersebut juga disajikan dalam pembelajaran Citizenship; Personal, Social
and Health Education (PSHE); dan mata pelajaran lainnya seperti Sejarah,
Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Alam dan Geografi, Desain dan Teknologi, serta
Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
”Karakter warga negara yang baik” merupakan
tujuan universal yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganegaraan di
negara-negara manapun di dunia. Meskipun terdapat ragam nomenklatur pendidikan
kewarganegaraan di sejumlah negara (Kerr, 1999; Cholisin, 2004; Samsuri, 2004,
2009) menunjukkan bahwa pembentukan karakter warga negara yang baik tidak bisa
dilepaskan dari kajian pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Sebagai contoh,
di Kanada pembentukan karakter warga negara yang baik melalui pendidikan
kewarganegaraan diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian. Di negara
bagian Alberta
(Kanada) kementerian pendidikannya telah memberlakukan kebijakan pendidikan
karakter bersama-sama pendidikan karakter melalui implementasi dokumen The Heart of the Matter: Character and
Citizenship Education in Alberta Schools (2005). Dalam konteks Indonesia , di
era Orde Baru pembentukan karakter warga negara nampak ditekankan kepada mata
pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn) bahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Di era pasca-Orde Baru, kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya untuk
”menitipkannya” melalui Pendidikan Kewarganegaraan di samping Pendidikan Agama.
Persoalannya apakah nilai-nilai pembangun
karakter yang diajarkan dalam setiap mata pelajaran harus bersifat ekplisit
ataukah implisit saja? Temuan Halstead dan Taylor (2000) pun menampakkan perdebatan
terhadap klaim-klaim implementasi pengajaran nilai-nilai moral dalam Kurikulum
Nasional di Inggris (terutama di era Pemerintahan Tony Blair). Klaim-klaim
tersebut antara lain menyatakan pentingnya:
·
Sejarah sebagai sebuah
alat untuk membantuk siswa mengembangkan toleransi atau komitmen rasional
terhadap nilai-nilai demokratis.
·
Bahasa
Inggris sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan kemandirian dan
menghormati orang lain
·
Pengajaran
Bahasa Modern untuk menjamin kebenaran dan integritas personal dalam berkomunikasi
·
Matematika sebagai alat
untuk membantu siswa mengembangkan tanggung jawab sosial
·
Ilmu
Alam dan Geografi sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan
sikap-sikap tertentu terhadap lingkungan
·
Desain
dan Teknologi sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan nilai-nilai
multikultural dan anti-rasis
·
Ekspresi
Seni sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan kualitas fundamental kemanusiaan
dan tanggapan spiritual terhadap kehidupan
·
Pendidikan
Jasmani dan Olah Raga sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan
kerjasama dan karakter bermutu lainnya (diadaptasikan dari Halstead dan Taylor,
2000: 173).
Paparan tersebut
memperkuat alasan bahwa pendidikan karakter merupakan program aksi lintas
kurikulum. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat diselenggarakan sebagai
program kurikuler yang berdiri sendiri (separated
subject) dan lintas kurikuler (integrated
subject). Namun, pendidikan
karakter juga dapat dilaksanakan semata-mata sebagai bagian dari program
ekstra-kurikuler seperti dalam kegiatan kepanduan, layanan masyarakat (community service), maupun program civic voluntary dalam tindakan
insidental seperti relawan dalam mitigasi bencana alam.
Pendidikan
karakter sebagai sebuah program kurikuler dapat didekati dari perspektif
programatik maupun teoritis.
a. Perspektif programatik
1. Habit versus Reasoning.
Beberapa perspektif menekankan kepada pengembangan penalaran dan refleksi moral
seseorang, perspektif lainnya menekankan kepada mempraktikan perilaku kebajikan
hingga menjadi kebiasaan (habitual). Adapula yang melihat keduanya sebagai hal
penting.
2. ”Hard” versus ”Soft”
virtues. Pertanyaan-pertanyaan: apakah disiplin diri, kesetiaan (loyalitas)
sungguh-sungguh penting? atau, apakah kepedulian, pengorbanan, persahabatan
sangat penting? Kecenderungannya untuk menjawab YA untuk kedua pertanyaan
tersebut.
3. Focus on the
individual versus on the environment or community. Apakah karakter yang
tersimpan pada individu ataukah karakter yang tersimpan dalam norma-norma dan
pola-pola kelompok atau konteks? Jawabnya, memilih kedua-duanya (Schaps &
Williams, 1999 dalam Williams, 2000: 35).
b.
Perspektif Teoritis
1. Community of care (Watson)
2. constructivist approach to sociomoral
development (DeVries)
3. child development perspectives (Berkowitz)
4. eclectic
approach (Lickona)
5. traditional perspective (Ryan) (the
National Commission on Character Education dalam Williams, 2000: 36)
D. Instrumen Efektivitas
Pendidikan Karakter
Character
Education Partnership (2003) telah mengembangkan standar mutu Pendidikan
Karakter sebagai alat evaluasi diri terutama bagi lembaga (sekolah/kampus) itu
sendiri. Instrumen berupa skala Likert
(0 – 4) dengan memuat 11 prinsip sebagai berikut:
1. Effective character education promotes core ethical
values as the basis of good character.
2. Effective character education defines “character”
comprehensively to include thinking, feeling and behavior.
3. Effective character education uses a comprehensive,
intentional, and proactive approach to character development.
4. Effective character education creates a caring school
community.
5. Effective character education provides students with
opportunities for moral action.
6. Effective character education includes a meaningful and
challenging academic curriculum that respects all learners, develops their
character, and helps them succeed.
7. Effective character education strives to develop students’
self-motivation.
8. Effective character education engages the school staff
as a learning and moral community that shares responsibility for character education and attempts to adhere to the same core values that guide the education of
students.
9. Effective character education fosters shared moral
leadership and long-range support of the character education initiative.
10. Effective character education engages families and
community members as partners in the character-building effort.
11. Effective character education assesses the character of
the school, the school staff’s functioning as character educators, and the
extent to which students manifest good character. (Character Education
Partnership, 2003:5-15)
Jika
ke-11 prinsip tersebut diadaptasikan
sebagai cara mengukur efektivitas pendidikan karakter di FISE UNY, maka
pendidikan karakter di FISE UNY telah diupayakan untuk:
1. mempromosikan inti nilai-nilai etis sebagai dasar karakter yang baik
(nilai-nilai etis yang pokok dapat berasal dari ajaran agama, kearifan lokal,
maupun falsafah bangsa).
2. mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran, perasaan dan
perilaku (cipta, rasa, karsa dan karya dalam slogan pendidikan di UNY).
3. menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan dan proaktif
untuk perkembangan karakter.
4. menciptakan suatu
kepedulian pada masyarakat kampus.
5. memberikan para mahasiswa
peluang untuk melakukan tindakan moral.
6. memasukkan kurikulum
akademik yang bermakna dan menantang dengan menghormati semua peserta didik,
mengembangkan kepribadiannya, dan membantu mereka berhasil.
7. mendorong pengembangan
motivasi diri mahasiswa.
8. melibatkan staf/karyawan
kampus sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab
untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang
sama yang memandu pendidikan para mahasiswa.
9. memupuk kepemimpinan
moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif pendidikan karakter.
10. melibatkan keluarga dan
anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.
11. menilai karakter kampus,
fungsi staf kampus sebagai pendidik karakter, dan memperluas kesempatan para
mahasiswa untuk menampilkan karakter yang baik.
Efektivitas
implementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana strategi-strategi
pembelajarannya dilakukan. Ada beberapa
model dan strategi pembelajaran pendidikan karakter yang dapat dipergunkan,
antara lain:
1. Consensus
building (Berkowitz, Lickona)
2. Cooperative
learning (Lickona, Watson, DeVries, Berkowitz)
3.
Literature (Watson, DeVries, Lickona)
4. Conflict
resolution (Lickona, Watson, DeVries, Ryan)
5. Discussing
and Engaging students in moral reasoning.
6. Service
learning (Watson, Ryan, Lickona, Berkowitz) (Williams, 2000: 37)
Di luar model pembelajaran karakter tersebut,
ada beberapa model penting lainnya sehingga pendidikan karakter dapat efektif.
Mengikuti Halstead dan Taylor
(2000), pertama, adalah pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah/kampus;
Visi-misi sekolah/kampus; teladan guru/dosen, dan penegakan aturan-aturan dan
disiplin. Model ini menekankan pentingnya dibangun kultur sekolah/kampus
yang kondusif untuk penciptaan iklim
moral yang diperlukan sebagai direct
instruction, dengan melibatkan semua komponen penyelenggara pendidikan. Ini
sebenarnya mirip dengan kesebelas instrumen efektivitas pendidikan karakter
yang dirumuskan oleh Character Education Partnership (2003) di atas.
Kedua,
penggunaan metode di dalam pembelajaran itu sendiri. Metode-metode yang dapat
diterapkan antara lain dengan problem
solving, cooperative learning dan experience-based projects yang
diintegrasikan melalui pembelajaran tematik dan diskusi untuk menempatkan
nilai-nilai kebajika ke dalam praktek kehidupan, sebagai sebuah pengajaran
bersifat formal (Halstead dan Taylor ,
2000: 181). Metode bercerita, Collective
Worship (Beribadah secara Berjamaah),
Circle Time (Waktu lingkaran), Cerita Pengalaman Perorangan, Mediasi Teman
Sebaya, atau pun Falsafah untuk Anak (Philosophy
for Children) dapat digunakan sebagai alternatif pendidikan karakter
(Halstead dan Taylor ,
2000)
Kamis, 13 Desember 2012
Belajar bikin blog
sudah hampir seminggu ini blog miliku dipercantik, titambah fitur kana dan kiri....dengan harapan akan banyak orang mampir ke blog miliku
Rabu, 12 Desember 2012
Membumikan aturan, menumbuhkan Kedisplinan
sering kali saya dan sesama guru saling berkonsultasi mengenai keadaan sekolah masing-masing, banyak diantaranya yang berkluh kesah tentang disiplin siswa-siswi disekolahnya. mulai dari pelanggaran disiplin ringan sampai pada pelanggaran berat seperti tawuran antar sekolah, kasus minuman keras dan narkoba serta kehamilan siswi perempuan. hal sama juga saya rasakan ditempat bekerja, banyak kasus mulai pelanggaran ringan sampai berat dilakukan oleh para siswa kita, hanya memang entah bagaimana disekolah kami ini belum menjadi isu penting dalam kerangka program kerjasekolah. saya hanya melihat penanganan masalah ini dialkukan secara kurang terencana dan sporadis saja.
peran Orang Tua dalam pembentukan karakter anak
kadang secara tidak disadari banyak orang tua yang memasrahkan penuh masa depan anak-anaknya kepada sekolah, mereka tidak pernah cukup waktu untuk menemani anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. sehingga banyak kasus anak bermasalah disekolah orang tua tidak tahu, atau baru tahu ketika diberi surat panggilan oleh pihak sekolah. seperti kita ketahui pola kehidupan di perkotaan membuat banyak orang tua tidak mempunyai waktu cukup mengawasi pergaulan dan perkembangan anak-anaknya, mereka bekerja keras banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan waktu kerja yang sangat panjang. sulit sekali para orang tua jaman sekarang untuk dapat berkumpul selepas sholat maghrib atau isya, berbincang-bincang tentang aktivitas anak-anaknya disekolah. sekarang jarang juga ada orang tua yang meluangkan waktunya untuk berdongeng selepas anak-anaknya belajar malam. karena kebanyakan interaksi orang tua dan anak selepas maghrib banyak dihabiskan dikamar masing masing, karena kedua orang tua sudah lelah seharian bekerja dikantor atau berdagang dipasar.
secara teori keberadaan orang tua untuk membimbing dan menemani anak-anaknya selama tumbuh dan berkemabgn sangat penting. anak-anak membutuhkan contoh atau role model tentang apa dan bagaimana dia harus bersikap menghadapi pergaulan dengan lingkungan. secara tidak sadar kesibukan bekerja orang tua di kantor memutus rantai pertemuan dan kebersamaan antara orang tua dan anak-anaknya. seperti yang di tulis Dr Robin Silvermen tentang Powerful Role Model's :seven ways to make positive impact on children yang diantaranya adalah
.
- Model Positive choce making : yang artinya adalah bagaimana ketika orang tuda dalam situasu haru membuat keputusan, jangan pernah berfikir bahwa keputusan itu akan berpengaruh pada anda saja selaku orang tua, tetapi bagaiman keputusan yang anda ambil nanti juga akan berakibat terhadap anak-anak kita.
- Think Out Loud : Jika sekali waktu orang tua dihadapkan kepada sebuah pilihan sulit dan itu akan berakibat juga terhadap anak-anak kita, maka ajak anak kita secara bersama-sama memecahkan permasalahan. Disini peran orang tua tidak hanya ditintut untuk dapat membuat sebuah keputusan terbaik didepan anak-anaknya, tetapi jugaa bagaimana orang tua mengajarkan bagaiman proses memilih dan memilah atas segala konsekwenasi yang dibuat sehingga akhirnya didapatlah sebuah solusi terbaik untuk keluarga.
- Apologize and admit mistake : jika suatu saat orang tua melakukan suatu kesalahan jangan segan meminta maaf, bahakan kepada anaknya sendiri, ajarkan anak kita meminta maaf dan mengakui kesalahan yang telah diperbuat, ini akan membantu membangun fikiran positif ketika anak-anak kita nanti berhubungan dengan orang lain. membangun pengertian bahwa sebuah kesalahan bukanlah akhir dari kehidupan, setiap orang bisa membuat kesalahan bahkan ketika kita sudah berhati-hati sekalipun, ketika kita melakukan kesalahan selalu ada saat kita untuk memperbaiki.
- Follow Trough : setiap orang tua selalu menginginkan sikap anak-anaknya untuk selalu komitmen terhadap kehidupannya dan menepati janji-janjinya. Justru kadang sikap orang tuanya lah yang kemudian tidak komit dan sukar menepati janji, akibat kesibukan atau banyak hal yang lebih penting lain sehingga kadang banyak hal kecil seperti janji atau rencana kegiatan bersama anak tidak terealisasi karena sibuk atau terkalahkan oleh kegiatan yang lain. Maka untuk itu hal yang perlu orang tua lakukan antara lain adalah : ajarkan anak On time, finish what you started, don't quit. keep your word, don't back off when thing's get chalenging. lakukan itu bersama anak kita dan ajak anak kita bersama sama mengarung permasalahan hidup bersama (tentunya disesuakan dengan pola pikir dan usianya).
- Show respect : ajarkan anak-anak kita sikap penghormatan terhadap orang lain, dengan cara kita menghormati anak-anak kita. kadang ada istilah hormati orang lain kalu kita ingin dihormati, tetapi kadang orang tua tidak diabrengi dengan contoh sikap dan perilaku orang tua. masih banyak orang tua yang cendderung otorier dan memaksa segala hal yang orang tua anggap baik dan cocok terhadap perkembangan anak-anaknya. lakukan dialog, bangun komunikasi yang baik dengan anak, jangan potong atau larang ide atau keinginan mereka sebelum anak-anak kita mengutarakan pertimbangan-pertimbgana atau rasioanlisasi atas ide dan pilihannya.
- be well rounded : ajarkan anak-anak kita bersosialisasi dengan baik, bantu anak-anak kita menemukan lingkunganya. sebagai panutan orang tua harus bisa menjadikan dirinya sebagai teman yang baik. hobi dan kesukaan anak akan sangat mungkin berubah-ubah, mulai dari sepak bola, karate, melukis, badminton, menyanyi, berenang dan lain-lain. ketia=ka orang tua sebagu role modle di pandang mampu menjadi apapun yang diidamkan anak-anaknya maka hal positif akan timbul dikemudian hari yaitu kepercayaan diri anak-anaknya bahwa mereka juga bisa seperti asyahnya yang bisa menjadi apapun, timbulnya kepercayaan diri anak untuk mencoba hal-hal positif yang dia inginkan dan lakukan yang terbaik agar bisa seperti ayah atau ibunya yang mereka bangga-banggakan.
- Demonstrate Who you are : ajarkan anak kita kepercayaan dan keyakinandalam hidup, sebab apapun pilihan kita dalam hidup lakukanlah yang terbaik dan bertanggung jawab
.
Perlukah pelajaran Bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar ?
Melihat draft struktur kurikulum SD tahun 2013 terlihat ada satu mata pelajaran yang hilang di tingkatan sekolah dasar yaitu bahasa inggris. Banyak pro dan kontra mengenai hal ini, yang pro tentunya adalah sekolah-sekolah yang mempunyai rencana janggka panjang yang melibatkan kualifikasi kompetensi bahasa inggris sabagai sasarannya. Beberapa sekolah swasta ternama bukan hanya menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar tetapi konten kurikulumnya juga sudah mengacu kepada kurikulum negara luar dan secara otomatis penguasaan bahasa inggris menjadai barang yang tidak bisa ditawar lagi tetapi ada juga yang pro terhadap penghapusan ini dikarenakan bahwa dirasakan belum perlunya anak usia SD memiliki kompetensi bahasa inggris. karena diharapkan mereka mempelajari dulu bahasa ibu dan bahasa indonesia secara maksimal untuk kemudian di tingkat SMP baru dimulai mengenal bahasa inggris. sebagai seorang guru yang hampir seluruh masa baktinya dihabiskan di pedalaman, saya pribadi memang belum merasakan urgensi pembelajaran bahasa inggris di tingkat SD karena sesuai dengan kebutuhan di desa pedalaman belum dirasa perlu penguasaan bahasa inggris untuk anak SD.
Jumat, 07 Desember 2012
Pendidikan antara harapan dan kenyataan
Dunia pendidikan indonesia dari tahun ke tahun tercatat sangat dinamis, perubahan demi perubahan, perbaikan demi perbaikan bergulir silih berganti. Hal-hal berkaitan dengan kurikulum tetap menjadi pokok utama, karena hali dianggap sebagai salah satu bagian penting yang harus tersentuh dalam setiap pembangunan pendidikan di Indonesia. Milyaran bahkan trilyunan rupiah dikucurkan pemerintah dengan harapan progres pendidikan di Indonesia makin membaik. Tetapi ada satu hal yang mungkin kita lupakan adalah masalah kepribadian, makin tingginya standar kualitas pendidikan (minimal kalau dilihat dari standar minimal UJIAN NASIONAL) tetapi ini kurang dibarengi dengan pembinaan serta pembentukan kepribadian siswa di sekolah. Pelanggaran demi pelanggaran oleh siswa bukan hanya berkuta dalam ranah etika sopan santun saja tetapi sudah memasuki ranah pidana. Bagaimana perilaku tawuran yang rentan meminta korban jiwa sesama pelajar, dalam hal penggunaan narkoba dan psikotropika trend dan kasusnya juga makin menanjak setiap tahun, perilaku seks bebas juga makin mengkhawatirkan saja. Disini kadang pihak sekolah seakan angkat tangan bahwan cenderung bersikap masa bodoh atas segala bentuk degradasi moral yang dilakukan oleh siswa-siswinya, mereka seakan terlalu sibuk membuat program unggulan dalam mempersiapkan anak-anaknya menempuh UJIAN NASIONAL. Perilaku dan sikap gur sekarang sudah banyak yang melenceng dari kodrat sebagai sang pendidik, peningkatan kesejahteraan oleh pemerintah tidak diimbangi oleh rasa dan tanggung jawab dari para pendidik. Tunjangan tambahan penghasilan guru kadang tidak menyentuh upaya-upaya peningkatan kualitas pembelajaran untuk guru, yang paling parah mungkin adalah semakin tidak perdulinya guru terhadap anak didiknya yang bermasalah, ada trend di beberapa sekolah di kota saya untuk mengeluarkan anak-anak tersebut bukan malah mendidik dan membinanya. dan hal serupapun akan dilakukan oleh sekolah baru tempat anak buangan tersebut menuntu ilmu, jika tidak terjadi perubahan sekolah baru tersebutpun akan dengan mudahnya meng"over kredit" anak tersebut ke sekolah lain yang kualitasnya lebih rendah. buat saya ini ironi, bukankah sekolah di bangun dan diadakan untuk mendidik dan membina siswa tanpa pandang strata sosial dan perilaku ?? kondisi ini makin diperparah oleh kurangnya perhatian orang tua siswa terhadap anak-anaknya, kesan sibuk di kantor dan acara lainya mengakibatkan sekolah kesulitan dalam melakukan dialog dalam rangka pembinaan anaknya sendiri. Mereka cenderung memasrahkan seutuhnya kepada. sekolah.
Langganan:
Postingan (Atom)