Jumat, 04 April 2014
Minggu, 16 Maret 2014
Kamis, 06 Maret 2014
effective communication
To
communicate effectively, supervisor need to determine their audience
specifically they need to be able to answer the following qustions
- What does the audience already know ?
- What does it want to know ?
- What it’s capacity for absorbing informations ?
- What does it hope to gain by listening ?is it hoping to motivated ? informed ?convinced ?
- Is the audience friendly or hostile ?
Label:
artikel
Communication as a supervisory skill
Communication
as a supervisory skill
- Supervisor must give directions to the people who work for them, superviosrs who fail to give clear guidance often find that employees perform their job poorly because they do not understand what is expected of them
- Supervisor must be able to motive people, good supervisor use their ability to communicate to get the other people excited about their jobs
- Supervisors must be able to absorps the ideas of others, supervisor interact with many people, including co workers, customers, and suppliers. To be effectively they must be able to understand and accept other peoples viewpoints
- Supervisors must be able to persuade other people, supervisor often have idea that other oppose. To persuade other people to accept thei ideas, supervisors must be able to communicate effectively
Label:
artikel
how to make a decision for a supervisor
The
following steps, based on on the scientific method are recommended for making
decisions
1. Be
alert to indications and symptoms of problems, is an integral part of
recognizing the need to make a decisions. All too often supervisors tend to
brush off or ignore indicators and symptoms of problems. Supervisors should
constantly be cognizant of any changes that might be indicates a potensial
problem.
2. Tentatively
define the problem
3. Collect
fact and redefine the problem if necessary
4. Identify
possible alternatives
5. Gather
and recognize fact concerning identified
alternatives
6. Evaluate
possible alternatives
7. Choose
and implement the best alternative
8. Follow
up
Five characteristic are important key to supervisory success
- Ability and willingness to delegate, most supervisors are promotive jobs and have been accustomed to doing the work themselves. An often difficult and yet essential, skill that such supervision must develop is the ability or willingness to delegate work to others
- Proper use of authority, some supervisor let their newly acquired authority alone doesn’t get the support and cooperation of employees. Learning when not to use authority is often important as learning when to use it
- Setting a good examples. Supt ervisor must always remember that the work group look to them to set up examples. Employees expect fair and equitable treatment for their supervisor. Too many supervisors play favorites and treat employees inconsistenly .government legislation has attempt to reduce this practice in some areas, but the problem is still common
- Recognizing the change in rule, peoplewho have been prompted into supervision must recognize that their role has changed and they are no longer one of the gang. They must remember must that being a supervisor may require unpopular decision. Supervisor are connecting link between the other level of management and the operative employee and must learn to represent both gang.
- Desire for the job, many people who have no desire to be supervisor are promoted into supervision merely because of their technical skill. Regardless of one technical skill, the desire to be a supervisor is necessary for success in supervision. That desire encourage a person to develp the other type of skills necessary in supervision – human relation, administrative, and decision making skills
Label:
artikel
Minggu, 02 Maret 2014
seni melakukan kritik yang membangun
- critize in privat, kritikan dilakukan ditempat private bukan di muka umu hal ini dilakukan untuk menjaga perasaan orang yang dikritik. bila seorang kepala sekolah ingin menegur bawahannya, maka sebaiknya bawahannya dipanggil ke kantor kepala sekolah untuk dibicarakan empat mata poin poin yang dianggap masih lemah dari diri sang bawahan. hindari melalkukan kritik terhadap bawahan di muka umum atau tempat terbuka karena hanya akan menjatuhkan harga diri atau kepercayaan si bawahan dan menurunkan atau bahkan mengilangkan respek sang bawahan kepada si kepala sekolah
- begin with mild critism, kritik atau teguran kepada bawahan harus dimulai dengan lembut atau halus dan tidak dilakukan dengan cara kasar dan terbuka. bila memang tidak terjadi perubahan perilaku yang positif teguran bisa ditingkatkan intensitasnya namun tetap tidak menggunakan cara dan bahasa yang kasar karena hanya akan menimbulkan masalah baru saja.
- base the critisism on objective fact, dalam melakukan teguran seorang atasan harus menggunakan fakta fakta yang bersifat objektif bukan melalui penilaian yang subjektif karena sering kali penilaian subjektif ternyata tidak sesuai dengan fakta
- express your critisism in term of a common goal, kritik atau teguran kepada bawahan atau rekan sejawat diusahakan di bingkai dalam upaya pencapaian tujuan bersama. hindari kata kata yang bersifat ofensif atau menyalahkan orang tersebut. gunakan konteks kerjasama dalam usaha menyelesaikan tugas contoh ,"tugas kita akan cepat selesai jika laporan data statistik yang kamu buat di gabung dengan laporan data yang sedang aku kerjakan," ....daripada menggunakan kata kata ofensif seperti, " kalo data statistik kamu belum beres maka tugas kita gak akan beres padahal data aku sudah saya kerjakan 2 hari yang lalu,".
- avoid playing boss, kebanyakan pegawai selalu mengingat gesture gaya bahasa tubuh atau kata kata siboss ketika mengkritik dari pada isi dan konten kritikan si boss. hindari gerak tubuh dan gesture muka seperti boss "BOSSY" agar pesan dapat ditangkap dengan jelas oleh bawahan tanpa ada perasaan resistens terlebih dahulu melihat gaya dan akta-kata pimpinan yang kurang baik.
- when criticizing your boss, relate ot to your work performance, jika suatu ketika kita terpaksa melakukan kritik terhadap pimpinan kita usahakan kritik yang kita lontarkan dengan menggunakan bahasa yang sopan serta jangan lupa kritik tersebut di lontarkan berkaitan dengan performa kerja kita dan kita juga jangan lupa ketika melakukan kritik terhadap pimpinan (apalagi jika pemimpin kita adalaha orang yang sangat tidak kooperatif) jangan lupa mengatakan, ," walaupun aturan yang dibuat oleh pimpinan baik tetapi kebijakan tersebut dapat mengganggu kinerja para bawahan seperti saya,".
Manajemen konflik di sekolah
Pertentangan atau cekcok buka hal yang mustahil timbul di sekolah yang ibu atau bapak pimpin. dengan faktor pemicunya sangat bermacam-macam maka konflik sukar untuk dielakan untuk tidak terjadi dilembaga sekolah. menurut Andre Du brin mengatakan bahwa bebrapa faktor penyebab konflik adalah
- competition for limited resources (kompetisi dalam sumber-sumber daya yang terbatas), yang artinya adalah konflik bisa terjadi disebuah lembaga manapun dimana individu individubya saling bersaing memperebutkan sesuatu yang memang terbatas seperti misalnya jabatan, uang, kesempatan mengikuti training, dll. maka seorang manajer atau kepala sekolah harus mambu membuat sistem yang baik dalam menghadapi persaingan ini. persaingan ini tidak boleh dihilangkan karena disisi lain persaingan ini memberikan nilai positif bagi sekolah karena diaman individu individu tersebut akan berbuat yang terbaik agar mendapatkan nilai yang dimaksud (sebuah persaingan ehat) namun kadang kala terjadi pula sebuah persaingan tidak sehat dimana ketika persaingan mmemperebutkan sumber sumber daya yang terbatas tersebut terjadi upaya dan usahasaling menjegal satu sam lain. disini peran seorang kepala sekolah harus mampu menjadi penengah dan wasit yang adil bial terjadi indikasi persainga tidak sehat dalam sebuah sekolah
- diffrences in goals and objectives (perbedaan pandangan akan tujuan dan cara upaya pencapaian tujuan), sering kali terjadi konflik antar individu dalamsebuah organisasi berkaitan dengan tujuan organisasi serta cara pencapaian tujuan organisasi. bial ini tidak mendapatkan perhatian serius makaakan terjadi perpecahan dari dalam dimana akan ada salah satu fihak yang kalah (merasa tidak terakomodir kepentingannya atau suranya) yang kemudian menarik diri dari usaha pencapain tujuansebuah organsiasi.
- the generation gap and personality clash (gap antar generasi dan pertikaian pribadi), konflik bisa terjadi jika ada perbedaan cara pandang terhadap diri sendiri, misalkan ada pengelompokan senior dan junior dimana senior merasa harus dihormati atau minimal didengar suaranya. bahkan dalam kasus yang lebih khusus ada kelompok senior yang ingin menduduki jabatan atau psosisi penting dalam sebuah organisasi whatever it takes. senior memandang pada anak muda (junior) sebagai pribadi pribadi yang bau kencur dan tidak tahu apa-apa. hal ini bisa meletupak konflik diantara dua kelompok ini. konflik juga bisa terjadi dalam bentuk pertikaian individu
- gender diffrences, konflik dapat terjadi dalam sebuah organsisai ketika secara kulutral terjadi perbedaan peran antara perempuan dan laki laki. misalkan ketika seorang pemimpin perempuan akan rentan mendapat "perlawanan" dari bawahannya yang tidak suka dipimpin oleh seorang perempuan. yang ujung ujungnya akan menyulitkan dalam membangun tim yang solid karena ada "duri" yang mengganjal
- competing work and family demand, konflik juga dapat terjadi ketika terjadi persaingan antara kepentingan pekerjaan dengan peran dan fungsi karyawan di keluarga. misalkan ada kepentingan keluarga yang tidak bisa kita tinggalkan sementara disis lain tugas pekerjaan juga tidak bisa ditinggalkan. hal ini bisa memicu konflik kepentingan dalam diri karyawan karena salah satu mesti dikalahkan
- sexual harashment, konflik yang terjadi yang melibatkan biasanya karyawan perempuan oleh atasan dalam bentuk pelecehan sexual. misalkan ketika seorang atasan melontarkan joke-joke seputar seks sampai dengan tindakan pelecehan kepada bawahannya.
Meningkatkan kinerja guru
Dalam sebua organisasi sekolah peran seorang kepala sekolah sangat penting dalam menjaga kinerja bawahannya agar selalu berada pada level top performance/kinerja tingggi. seorang kepala sekolah harus mampu menjadi motivator bagi para bawahannya dengan selalu memberikan supervisi dan bimbingan kepada bawahannya. dalam buku yang berjudul Applying Psychology : individual and organizational effectiveness, Andrew du brin mengatakan bahwa kinerja tinggi itu ditunjang oleh dua faktor, yang pertama adalah motivasi dimana motivasi kerja si bawahan yang tinggi akan membuat passion bekerja mereka juga tinggi. untuk itulah seorang pemimpin harus mampu men-drive motivasi bekerja anak buahnya dengan memberikan reward berupa pujian atau bonus kepada bawahan yang telah menyelesaikan tugas dengan baik atau bahkan bila ada anak buah yang mempunyai kinerja melebihi atas apa yang telah dibebankan kepada dirinya karyawan tersebut bisa diberikan percepatan kenaikan pangkat atau jabatan. dan yang kedua adalah ability (kemampuan), kemampuan seorang pimpinan memberikan tugas yang sesuai antara tugas yang diberikan dengan kempuan si bawahan maka akan timbul kepercayaan diri dari bawahan untuk mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik (The expectancy Theory of motivation) . pemberian tugas yang tidak sesuai atau beban kerja yang terlalu berat akan menimbulkan tekanan atau stress kerja bagi bawahannya.
manajerial skill untuk kepala sekolah
ada idiom yang mengatakan bahwa kepala sekolah adalah guru yang mendapatkan tugas tambahan. saya secara pribadi kurang sependapat dengan penamaan seperti itu, karena seorang kepala sekolah adalah individu yang ditunjuk atau ditugasi sebagai manajer institusi pendidikan berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. artinya adalah dia merupakan individu terpilih yang memiliki kapasitas dalam segi kepemimpinan daripada rekan guru lainnya. ada tiga kemampuan yang harus dipunyai oleh seorang pemimpin pendidikan
- konsep skill, dimana seorang kepala sekolah harus mampu membuat peta konsep atau road map bagi organisasi yang dipimpinnya. hal ini membutuhkan wawasan yang luas terutama dari segi perencanaan dan evaluasi, karena maju dan mundurnya sekolah diawali oleh sebuah perencanaan. apabila seorang kepalasekolah tidak bisa membuat perencanaan yang baik maka sudah bisa ditebak hasilnya bahwa sekolah tersebut tidak mempunyai arah dalam progress kedepannya. program atau kegiatan dilakukan tanpa perencanaan sehingga hasilnya akan kurang maskimal
- technical skill, seorang kepala sekolah harus mempunyai keterampilan teknis dalam pekerjaan yang menyangkut administrasi, keuangan, kesiswaan, kehumasaan, sarana dan prasarana dll. bukan berarti nanti seorang kepala sekolah arus ikut campur dalam pekerjaan teknis para bawahannya namun hal ini akan sangat membantu ketika didalam pekerjaanya seorang kepala sekolah harus memsupervisi bawahannya. karena ketika kepala sekolah tahu tentang juklak dan juknis pekerjaan teknikal tersebut maka dia akan dengan mudah memberikan arahan dan masukan ketika melihat ada bahwahan yang dalam bekerja belum maksimal. maka sudah seharusnya seorang kepala sekolah sebelumnya pernah menjabat wakil kepala sekolah di bidang kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana dll.
- social skill, kemampuan sosial yang dimiliki seoarng kepala sekolah membuat yang bersangkutan tidak kaku dalam menjalankan tugasnyasebagai kepala sekolah. seperti diketahui ketika seorang kepalasekolah memimpin bawahan yang berjumlah puluhan orang, maka akan ada sekian banyak karakter bawahan yang berbeda-beda. untuk itu butuh sebuah pendekatan yang luwes bagi seorang kepala sekolah adalam bertugas. perlilaku kaku dan kurang luwes seorang kepala sekolah sering kali menjadi pemicu masalah seperti konflik dengan bawahan yang pada akhirnya akan merugikan organisasi atau sekolah tersebut.
Sabtu, 01 Maret 2014
Manajemen Kelas
Ada
pepatah yang mengatakan guru adalah seorang
manajer, dia adalah seorang manajer dikelas yang harus mampu mengatur
dan mengintegrasikan berbagai komponen didalam kelas demi tercapainya tujuan
pembelajaran. Beberapa kasus ditemukan guru yang merasa terbebani ketika
mengajar karena dirasakan siswa dikelas selalu ribut dan sukar diatur. Walaupun
berbagai upaya telah dilakukan oleh si guru kelas masih tetap ribut dan bahkan
ada beberapa siswa tertidur selama pembelajaran berlangsung. perasaan frustasi ini akan berdampak kurang baik jika dalam
waktu yang lama si guru belum bisa mencari jawaban tentang tehnik atau cara
mengelola kelas dengan baik, karana ketidakmampuanya dalam mengelola kelas
dalam jangka waktu lama akan berpengaruh terhadap performa dan cara dia
mengajar . guru akan cepat terpancing emosinya dan cuek dengan keadaan
sekeliling lingkungan belajar. Guru kadang terpancing menggunakan cara punitif dalam
mengelola kelas agar tertib dan tidak ribut, berbagai ucapan dengan nada tinggi
kadang disertai ancaman dilontarkan kepada siswa agar siswa bisa berhenti
membuat keributan didalam kelas atau siswa mau memperhatikan selama si guru
sedang menerangkan.
Sehingga
pada akhirnya suasana belajar mencekam karena pembelajaran tidak berlangsung
dengan nyaman baik oleh siswa juga oleh si guru. Interaksi selama proses
pembelajaran ujung ujungnya bersifat basa basi saja karena si guru pada
akhirnya merasa dia masuk kelas tersebut hanya menunaikan tugas mengajar saja (tidak
adanya perasaan passion mendalam dalam mengajar) hal sama juga terjadi pada
siswanya, mereka hanya duduk mencatat dan diam selama pembelajaran dengan
pikiran yang berkelana entah kemana.
Inilah
fenomena yang sering terjadi terutama ketika kita sebagai guru mengajar dikelas
yang banyak siswa siwanya relatif bermasalah, bermasalah disini dalam arti ada
siswa yang semangat belajar mengalami penurunan karena berbagai sebab seperti
perasaan tertinggal jauh dengan rekan rekan lainnya, sering kali dicela oleh
guru atas ketidak mampuannya dalam mengikuti pelajaran (seperti ejekan ejekan
bahwa siswa tersebut tidak bakalan naik atau sebaiknya pindah sekolah saja),
atau si siswa mengalami masalah yang kompleks di keluarganya karena perceraian
orang tua atau peristiwa lain yang mengganggu si siswa tersebut. Atau bahkan si
anak mengalami gangguan psikologis emosional atau mental seperti autisme, ADHD (attention
deficit hyperactive disorder), Dyslexia, Dysprexia, Discalculia dll.
Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya seorang guru sekolah umum harus mengajar
anak anak tersebut. Untuk kasus seperti diatas sekolah sebaiknya segera
bekerjasama dengan orangtuas siswa agar dipindahkan sekolah yang lebih sesuai
seperti sekolah luar biasa (SLB).
Maka
untuk itulah seorang guru ketika memasuki kelas sebaiknya mempersiapkan diri
dengan melakukan pentahapan pentahapan dahulu tidak langsung memberikan materi. Hal yang
bisa dilakukan oleh seorang guru adalah Seperti menyapa siswanya sambil mencoba
mendalami peristiwa yang terjadi hari itu. Layangkan pandangan kita ke seluruh
kelas, dan sambil coba menemukan sesuatu untuk di eksplorasi. Jika ada siswa
yang murung hari itu ajak mereka komunikasi dan cari tahu mengapa mereka
terlihat murung hari itu, jika terlihat ada siswa yag mengantuk juga ajak komunikasi dan cari
tahu jam berapa mereka tidur tadi malam, kemudian tanyakan juga tentang
kewajiban mereka belajar apakah sudah mereka tunaikan. Lakukan semua itu dengan
tulus sehingga akan terjalin interkasi positif sebelum pembelajaran berlangsung
antara guru dan siswa.
Setelah
itu kita bisa menyampaikan materi belajar sesuai dengan rencana semula. Namun
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan materi seperti
pertama dalam menerangkan materi atau konsep, berikanlah secara perlahan dan
bertahap. Karena siswa lebih mudah menerima materi atau konsep yang diberikan
secara bertahap dari yang mudah dan meningkat ke materi dan konsep yang sulit,
atau dalam menerangkan sebuah materi mulai jelaskan mulai dari sesuatu yang
konkret lalu kemudian secara perlahan bergeser kearah yang bersifat abstrak.
Serta usahakan dalam pemberian materi dilakukan secara berurutan tidak acak
atau bahkan meloncat loncat karena semua itu akan membingungkan si siswa itu
sendiri Karena dengan begitu materi pembelajaran yang diberikan oleh guru akan
dengan mudah dicerna oleh siswa. Ketika siswa mampu mengikuti materi
pembelajaran maka akan timbul kepercayaan bukan hanya pada dirinya sebagai
pelaku pembelajaran tetapi juga kepercayaan kepada si pengajar atau si guru,
karena si anak merasa guru mampu memberikan tuntunan dan bimbingan yang benar
kepadanya, dari awalnya dia tidak bisa menjadi bisa. Dari awalnya dia tidak
tahu menjadi tahu.
Yang
kedua sebaiknya siswa juga dilibatkan dalam pengaturan dan pendekorasian kelas.
Ajak mereka mendesain kelas, tentang pengaturan rak buku, tempat penyimpanan
hasil lembar kerja, dan pengaturan rak sepatu. Dengan begitu ada keterlibatan
secara emosional antara siswa dan kelasnya, mereka bersusah payah mendesain
kelas, mebersihkan kelas tentunya berusaha tidak akan mengotori kelasnya. Desain kelas yang unik dan mencerminkan
kepribadian penghuninya akan menjadi kebanggan buat siswa, apalagi guru jangan
pelit dalam memberikan pujian atau reward kepad kelas yang berhasil menjaga
kebersiahan kelasnya.
Sabtu, 15 Februari 2014
Jumat, 14 Februari 2014
Rabu, 12 Februari 2014
PROSES PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MENJADI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA
I. LATAR BELAKANG
Hubungan
antara hukum nasional dan hukum internasional dalam sistem tata hukum
merupakan hal yang sangat menarik baik dilihat dari sisi teori hukum
atau ilmu hukum maupun dari sisi praktis. Kedudukan hukum internasional
dalam tata hukum secara umum didasarkan atas anggapan bahwa hukum
internasional sebagai suatu jenis atau bidang hukum merupakan bagian
dari hukum pada umumnya. Anggapan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas yang
efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan sehingga mempunyai
hubungan yang efektif dengan ketentuan dan asas pada bidang hukum
lainnya. Bidang hukum lainnya yang paling penting adalah bidang hukum
nasional.Hal ini dapat dilihat dari interaksi masyarakat internasional dimana peran negara sangat penting dan mendominasi hubungan internasional. Karena peran dari hukum nasional negara-negara dalam memberikan pengaruh dalam kancah hubungan internasional mengangkat pentingnya isu bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional dari sudut pandang praktis.
Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat dua teori, yaitu teori voluntarisme,[1] yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara, dan teori objektivis[2] yang menganggap berlakunya hukum internasional lepas dari kemauan negara.[3]
Perbedaan pandangan atas dua teori ini membawa akibat yang berbeda dalam memahami hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Pandangan teori voluntarisme memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum yang berbeda, saling berdampingan dan terpisah. Berbeda dengan pandangan teori objektivis yang menganggap hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum dalam satu kesatuan perangkat hukum.
II. Teori Keberlakuan Hukum Internasional
A. Aliran Dualisme
Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum
internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah.[4]
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh aliran dualisme untuk menjelaskan hal ini:
- Sumber hukum, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional;
- Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam hukum perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukum internasional adalah negara;
- Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional.
- Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum internasional. Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif walaupun bertentangan dengan hukum internasional.[5]
Maka sebagai akibat dari teori dualisme ini adalah kaidah-kaidah
dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar
pada perangkat hukum yang lain. Dengan demikian dalam teori dualisme
tidak ada hirarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena
dua perangkat hukum ini tidak saja berbeda dan tidak bergantung satu
dengan yang lain tetapi juga terlepas antara satu dengan yang lainnya.
Akibat lain adalah tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut, yang mungkin adalah renvoi.[6] Karena itu dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional.
B. Aliran Monisme
Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia.[7]
Dengan demikian hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua
bagian dalam satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur
kehidupan manusia. Hal ini berakibat dua perangkat hukum ini mempunyai
hubungan yang hirarkis. Mengenai hirarki dalam teori monisme ini
melahirkan dua pendapat yang berbeda dalam menentukan hukum mana yang
lebih utama antara hukum nasional dan hukum internasional.
Ada pihak yang menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum
internasional. Paham ini dalam teori monisme disebut sebagai paham
monisme dengan primat hukum nasional. Paham lain beranggapan hukum
internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham ini disebut dengan
paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini dimungkinkan
dalam teori monisme.
Monisme dengan primat hukum nasional, hukum internasional merupakan
kepanjangan tangan atau lanjutan dari hukum nasional atau dapat
dikatakan bahwa hukum internasional hanya sebagai hukum nasional untuk
urusan luar negeri.[8]
Paham ini melihat bahwa kesatuan hukum nasional dan hukum internasional
pada hakikatnya adalah hukum internasional bersumber dari hukum
nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut:
- tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara;
- dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.[9]
Monisme dengan primat hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional bersumber dari hukum internasional.[10]
Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional yang
pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada pendelegasian
wewenang dari hukum internasional.
Pada kenyataannya kedua teori ini dipakai oleh negara-negara dalam
menentukan keberlakuan dari hukum internasional di negara-negara.
Indonesia sendiri menganut teori dualisme dalam menerapkan hukum
internasional dalam hukum nasionalnya.
III. Perjanjian Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional
Dalam hukum internasional terdapat beberapa sumber hukum
internasional. Menurut sumber tertulis yang ada terdapat dua konvensi
yang menjadi rujukan apa saja yang menjadi sumber hukum internasional.
Pada Konvensi Den Haag XII, Pasal 7, tertanggal 18 Oktober 1907, yang
mendirikan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court)
dan dalam Piagam Mahkamah Internasional Permanen, Pasal 38 tertanggal
16 Desember 1920, yang pada saat ini tercantum dalam Pasal 38 Piagam
Mahkamah Internasional tertanggal 26 Juni 1945.[11]
Sesuai dengan dua dokumen tertulis tersebut yang berisi penunjukan
pada sumber hukum formal, hanya dua dokumen yang penting untuk dibahas,
yaitu Piagam Mahkamah Internasional Permanen dan Piagam Mahkamah
Internasional. Ini disebabkan karena Mahkamah Internasional mengenai
Perampasan Kapal tidak pernah terbentuk, karena tidak tercapainya
minimum ratifikasi. Dengan demikian Pasal 38 Mahkamah Internasional
Permanen dan Pasal 38 ayat 1 Mahkamah Internasional, dengan demikian
hukum positif yang berlaku bagi Mahkamah Internasional dalam mengadili
perkara yang diajukan dihadapannya adalah:
- Perjanjian Internasional;
- Kebiasaan Internasional;
- Prinsip Hukum Umum;
- Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan hukum.[12]
Perjanjian internasional yang dimaksud adalah perjanjian yang
dibuat atau dibentuk oleh dan diantara anggota masyarakat internasional
sebagai subjek hukum internasional dan bertujuan untuk mengakibatkan
hukum tertentu.[13]
Dewasa ini dalam hukum internasional kecendrungan untuk mengatur
hukum internasional dalam bentuk perjanjian intenasional baik antar
negara ataupun antar negara dan organisasi internasioanal serta negara
dan subjek internasional lainnya telah berkembang dengan sangat pesat,
ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari masyarakat
internasional, termasuk organisasi internasional dan negara-negara.
Perjanjian internasional yang dibuat antara negara diatur dalam Vienna Convention on the Law of Treaties (Konvensi Wina) 1969. Konvensi ini berlaku (entry into force)
pada 27 Januari 1980. Dalam Konvensi ini diatur mengenai bagaimana
prosedur perjanjian internasional sejak tahap negosiasi hingga
diratifikasi menjadi hukum nasional.[14]
Banyak istilah yang digunakan untuk perjanjian internasional diantaranya adalah traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute),
charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi,
covenant, dan lain-lain. Semua ini apapun namanya mempunyai arti yang
tidak berbeda dengan perjanjian internasional.[15]
Dalam praktik beberapa negara perjanjian internasional dapat
dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah perjanjian yang
dibentuk melalui tiga tahap pembentukan yakni perundingan,
penandatanganan dan ratifikasi.[16] Golongan yang kedua adalah perjanjian yang dibentuk melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.[17]
Untuk golongan pertama biasanya dilakukan untuk perjanjian yang
dianggap sangat penting sehingga memerlukan persetujuan dari dari badan
yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power).
Hal ini biasanya berdasarkan alasan adanya pembentukan hukum baru atau
menyangkut masalah keuangan negara. Sedangkan golongan kedua lebih
sederhana, perjanjian ini tidak dianggap begitu penting dan memerlukan
penyelesaian yang cepat.
Selanjutnya apa yang menjadi ukuran suatu perjanjian mana yang
termasuk golongan yang penting, sehingga memerlukan ratifikasi dari
Dewan Perwakilan Rakyat dan perjanjian mana yang tidak di Indonesia.
Proses pembentukan Perjanjian Internasional, menempuh berbagai
tahapan dalam pembentukan perjanjian internasional, sebagai berikut:
- Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
- Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.
- Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.
- Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.
- Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan (ratification/accession/acceptance/approval).
IV. Pengesahan Pernjanjian Internasional di Indonesia
Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah
Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi
internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan
hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum
internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu
perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.
Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti
tertuang dalam Pasal 11 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa
Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 UUD 1945 ini
memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian
internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu
melalui Surat Presiden No. 2826/HK/1960 mencoba menjabarkan lebih lanjut
Pasal 11 UUD 1945 tersebut.[18]
Pengaturan tentang perjanjian internasional selama ini yang
dijabarkan dalam bentuk Surat Presiden No. 2826/HK/1960, tertanggal 22
Agustus 1960, yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan
telah menjadi pedoman dalam proses pengesahan perjanjian internasional
selama bertahun-tahun.[19]
Pengesahan perjanjian internasional menurut Surat Presiden ini dapat
dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden, tergantung dari
materi yang diatur dalam perjanjian internasional. Tetapi dalam
prateknya pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi
penyimpangan sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang yang
mengatur secara khusus mengenai perjanjian internasional.
Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian
internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam Undang
Undang No. 24 Tahun 2000, adapun isi yang diatur dalam undang-undang
tersebut adalah:
- Ketentuan Umum
- Pembuatan Perjanjian Internasional
- Pengesahan Perjanjian Internasional
- Pemberlakuan Perjanjian Internasional
- Penyimpanan Perjanjian Internasional
- Pengakhiran Perjanjian Internasional
- Ketentuan Peralihan
- Ketentuan Penutup[20]
Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori, yaitu:
- Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional;
- Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;
- Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut;
- Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self-executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan).
Dalam suatu pengesahan perjanjian internasional penandatanganan
suatu perjanjian tidak serta merta dapat diartikan sebagai pengikatan
para pihak terhadap perjanjian tersebut. Penandatanganan suatu
perjanjian internasional memerlukan pengesahan untuk dapat mengikat.
Perjanjian internasional tidak akan mengikat para pihak sebelum
perjanjian tersebut disahkan.
Seseorang yang mewakili pemerintah dengan tujuan menerima atau
menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan negara terhadap
perjanjian internasional, memerlukan Surat Kuasa (Full Powers).[21] Pejabat yang tidak memerlukan surat kuasa adalah Presiden dan Menteri.
Tetapi penandatanganan suatu perjanjian internasional yang
menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang
sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu
lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun
non-departemen, dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa.
Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan
sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian interansional tersebut.
Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan
ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang
memerlukan pengesahan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur
pengesahan yang diatur dalam undang-undang.[22]
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden.[23] Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR.[24] Pengesahan dengan keputusan Presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.[25]
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:
- masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
- perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara;
- kedaulatan atau hak berdaulat negara;
- hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
- pembentukan kaidah hukum baru;
- pinjaman dan/atau hibah luar negeri.[26]
Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta
pertanggung jawaban atau keterangan dari pemerintah mengenai perjanjian
internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan
nasional, perjanjian internasional tersebut dapat dibatalkan atas
permintaan DPR, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang No.
24 tahun 2000.
Indonesia sebagai negara yang menganut paham dualisme, hal ini
terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa:
”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.”
Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam
hukum nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan
bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai
dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.
Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum
nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Perjanjian
internasional sesuai dengan UU No. 24 tahun 2000, diratifikasi melalui
undang-undang dan keputusan presiden. Undang-undang ratifikasi tersebut
tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum
nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia
sebagai negara terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk
perjanjian internasional tersebut berlaku perlu dibuat undang-undang
yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional yang
diratifikasi, contoh Indonesia meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights
melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus membuat
undang-undang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam
undang-undang yang lebih spesifik.
Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam
pemberlakuannya, biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu
pelaksana teknis terhadap perjanjian induk. Perjanjian internasional
seperti ini dapat lansung berlaku setelah penandatanganan atau
pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara lain
yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.
Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah
perjanjian yang materinya mengatur secara teknis kerjasama bidang
pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan kesehatan, pertanian,
kehutanan dan kerjasam antar propinsi atau kota. Perjanjian
internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)