WELCOME TO SMAN 1 SAJIRA

Profile sekolah yang mulai berdiri pada tahun 2006

SMA NEGERI 1 SAJIRA

Sekolah yang terletak di jalan raya cipanas KM 17 Desa Mekarsari Kecamatan Sajira

Nunu Rahmat nugraha, S.IP

Kunjungan ke Kasepuhan adat di sobang 2010

Nunu Rahmat nugraha, S.IP

Trio Macan hehehehehehe

LPPM STKIP Setia Budhi

Seminar Pra Penerbita Jurnal Ilmiah STKIP Setia Budhi Rangkasbitung

Ananda Raushan Fikri Nugraha

Rasuhan sedang berenang di Metro Cilegon ketika liburan 2010

Anak-anaku Tim Basket SMAN 1 Sajira

Sebelum latihan anak-anaku Tim Basket Putri SMAN 1 Sajira menyempatkan diri melakukan photo bersama, dengan di pimpin oleh Sunarti pada posisi paling kanan

PADUAN SUARA SMAN 1 SAJIRA

paduan suara SMAN 1 Sajira dibawah pimpinan Bpk. Novi Marcopianto

Upacara pembukaan MABIS 2011

Upacara dipimpin oleh Baga Nugraha

Peserta wanita dalam MABIS 2011

Peserta Grup Putri sedang persiapan melakukan APEL Sore

upacara

Peserta MABIS bersiap-siap mengadakan apel sore

Atraksi dari Ekstra Kurikuler PASKIBRA SMAN 1 Sajira

Beberapa formasi baris-baris ditingkahi oleh sedikit drama menuai aplaus dari para siswa peserta MABIS 2011

Kelahiran Putra Pertama kami di RSUD Kota Cilegon

pada saat anak pertama kami lahir, kondisi ekonomi kami waktu itu masih sangat memprihatinkan. Saya dan istri saya masih CPNS dan mesti terpisah jarak hampir 250 Km, dan hanya akhir minggu kita bisa berkumpul bersama.

Suasana kegiatan belajar mengajar di kelas XI IPS 2

Kelas bersih dan tertib, tampak siswa sedang mengerjakan lebaran kerja

ISTRIKU TERCINTA PIPIT FITRIYANA MUKTIE, SE

Istriku sekarang bekerja sebagai PNS di PEMDA Lebak, di Dinas DisdukCapil.

Upacara Bendera

Upacara Hari senin, tampak bersama saya Bang Kumis alias Pak Memed Sayuti,S.P.d.I

BUAH HATIKU

belajar tentang shalat mudah-mudahan menjadi bekal yang berguna di masa dewasa mereka kelak

Raushan fikri

belajar tentang shalat mudah-mudahan menjadi bekal yang berguna di masa dewasa mereka kelak

TIM FUTSAL SMAN 1 SAJIRA

ASEP, HASAN, NOVIAN, KUDUS DAN DEDE.

Pages

Senin, 24 Desember 2012

Sosialisasi Tentang BANK Sampah Kampung Barangbang


Sebagai bentuk kepedulian Pemuda dalam organisasi Karang Taruna Kelurahan Muara Ciujung Timur Kecamatan Rangkasbitung, mengadakan program Bank Sampah yang di komandani oleh Sdr.Andi yang merupakan pemuda asal Kp. barangbang yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Saya dan Andi melakukan sosialisasi tentang Bank Sampah dari majlis Taklim dan ibu PKK dilingkungan Kelurahan MC Timur







Jumat, 21 Desember 2012

Hari Ibu 2012

Beberapa topik di FB banyak yang berceloteh tentang hari ibu, membuat aku sejenak merenung mengingat ngingat waktu lampau ketika MAMAH, sebutan ku memanggil ibuku tersayang. beliau adalah sosok yang berani dan menyayangi anak-anaknya". Namun sayang kebersamaan kami terhenti tahun 1997 ketika beilau meninggalkan kami untuk selamanya. Mamah adalah sosok yang selalu mengingatkan aku untuk terus menjadi yang terbaik, dan mengejar segala mimpi-mimpiku. Dia adalah sosok yang paling dekat denganku, dan dia tahu apa yang aku rasakan sehingga kadang ketika aku ada masalah atau sakitadia gak usah bertanya apakah kamu sakit atau apa karena dia akan memanggilku dan kemudian bertanya."ada apa ?". Mamah akan tahu  jika aku habis berkelahi atau tidak dari gerak-geriku pulang ke rumah. maklumlah waktu kecil, aku sering berkelahi, dan mamah adalah orang yang sering kali hadir ke sekolah ketika aku melakukan perilaku kurang terpuji disekolah. 

suatu hari Mamah pernah menawarkanku untuk belajar seni beladiri, bagus untuk anak laki-laki katanya. dan ini kemudian membawa efek positif bagiku karena semenjak itu hobi berkelahiku perlahan hilang, dukungan dan suport selalu mamah berikan untuku membuatku yakin dan percaya diri. kehadiran mamah membuat figur seorang ayah menjadi kurang bermakna bagiku, mungkin karena mamah telah memberikan segalanya bagiku. jadi bisa dibayangkan ketika dia meninggalkanku untuk selamanya, ada perasaan kehilangan dari jiwaku yang sangat dalam...

dipusara mamah, aku berjanji untuk meneruskan dan mewujudkan keinginan mamah. aku masih ingat beberapa bulan setelah mamah meninggal indeks prestasi kuliahku meningkat drastis hingga mencapai 3.9 sampai 4.0, dan ini membuat heran beberapa temanku mengapa nilai ujianku mendadak melonjak drastis dari awal biasa-biasa saja menjadi luar biasa. 

kini sudah 15 tahun mamah meninggalkan kami untuk selamanya, namun spirit dan cita-citanya masih ku genggam kuat dan erat....satu janjiku sudah kutepati, untuk menjadi pendidik seperti mamahku tersayang. padahal awalnya aku sudah berkarir sebagai banker di sebuah bank swasta terkenal di indonesia. namun dorongan untuk meneruskan perjuangan mamahku lebih kuat sehingga aku meninggalkan karir di bank untuk menjadi tenaga pendidik (sebuah profesi yang dulu mamah lakukan).




Jumat, 14 Desember 2012

Dangerous School

Terus terang ketika membaca sebuah buku yang berjudul Dangerous School, dari judulnya saja sudah memancing rasa keingin tahuan, rasa penasaran saya mengapa Irwin A. Hyman dan Pamela Snook mengambil judul seperti diatas. Ternyata buku tersebut merupakan perjalanan kisah mereka selama 30 tahun menjadi School Psychologist yang sering melihat dan mengalami bagaimana keadaan sekolah beserta dinamika didalamnya.

Mereka melihat bagaimana sikap dan perlakuan guru sering salah dan kurang tepat dalam menangani siswanya, seperti misalkan penghukuman fisik kepada siswa ternyata dapat mengakibatkan post traumatic stress disorder dan bahkan gngguan masalah emosional bagi siswa yang mengalaminya. Bahkan dalam beberapa kasus terjadinya komplain dari orang tua murid terhadap guru ybs atau sekolah secara institusional. Hal ini baru-baru ini terjadi di jawa barat bagaimana orang tua yang tidak terima anaknya di potong rambutnya yang gondrong balik memotong rambut guru yang memotong rambut anaknya bersama teman-temanya, kemudian di jawa timur bagaimana seorang guru perempuan di tampar dan di ancam dengan senjata api oleh orang tua murid gara-gara si guru menempeleng si anak karena anak tersebut sudah berperilau diluar batas.

Dalam bukunya dijelaskan bagaiman sifat dan perilaku guru juga sering salah dengan melakukan kesalahan non fisik ada beberapa hal yang sering dilakukan guru seperti :
  1. Dalam mendisiplinkan siswa siswa guru kadang melakukan ancaman-ancaman atau intimidasi dengan harapan si anak akan berubah
  2. Rendahnya kedekatan humanis antara guru dan siswa sehingga membuat siswa tidak mengalami kedekatan secara emosional dengan gurunya. Maka tak heran apa ssaja yang gurunya berikan dan nasehatkan tidak pernah di dengar oleh siswanya. Hal ini sering kali menimpa para guru yang hanya datang ke sekolah mengajar dan merasa tugasnya cukup dengan mengajar, tipe guru yang merasa tugasnya terbatasi hanya pada jam mengajar mereka. padahal seorang guru dituntut lebih dari itu
  3. Sekolah tidak mampu menyediakan fasilitas dan sarana siswa mengembangkan hobby dan pengembangan kepribadian positif. Seperti diketahui bagaimana manfaat ekstra kurikuler olahraga dalam menyalurkan sifat agresif dan kompetitif siswa disekolah, dan dalam kegiatan olah raga siswa diajarkan nilai-nilai dan rasa sportivitas yang tinggi sehingga anak akan secara tidak sadar menginternalisasikan nilai sportivitas, fairness dan rasa kepercayaan dirrinya dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Sikap guru yang otoriter akan membunuh sikap keberanian dalam pengambilan keputusan serta kreativitas dalam menghadapi situasi ternentu pada siswa. 
  5. guru dengan secara sadar mengucapkan kata-kata hinaan, ejekan atau pencemaran nama baik siswa sehingga si anak akan merasa tidak nyaman atau malu atas perkataan si guru
  6. Guru kadang tidak mensikapi serius ketika ada fenomena bullying disekolahnya. karena hal itu dipandang sebagai kenakalan biasa. maka tidak aneh ketika bullying ini kian hari kian menjadi-jadi terjadi buka hanya disekolah swasta tetapi juga terjadi deskolah negeri favorit, dan anak-anak yang hasil didikan bulying ini menjadi pelaku utama dala beberapa tawuran yang memakan korban jiwa
  7. dalam penyelesaian masalah disekolah, guru kadang suka mengkambinghitamkan beberapa siswa yang sering di anggap biang kerok, ini kalau berjalan terus menerus kana membuat kepercayaan diri si anak bermasalah akan hilang dan dia akan merasa dirinya adalah biang kerok dan dia akan eksis dan nyaman dengan predikat tersebut

Busy Hour...

Hari ini Desember tanggal 15 Tahun 2012, UAS semester ganjil sudah usai, sekarang ada setumpuk kerjaan yang harus saya segera selesaikan yaitu antara lain adalah mengisi raport dan memeriksa hasil ujian merekap dan menyetorkan ke Panitia UAS dan Wakasek Kurikulum.

PERSPEKTIF PENDIDIKAN KARKATER


Pendidikan karakter sebagai sebuah program kurikuler telah dipraktekan di sejumlah negara. Studi J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor (2000) menunjukkan  bagaimana pembelajaran dan pengajaran nilai-nilai sebagai cara membentuk karakter terpuji telah dikembangkan di sekolah-sekolah di Inggris. Peran sekolah yang menonjol terhadap pembentukan karakter berdasarkan nilai-nilai tersebut ialah dalam dua hal yaitu:
to build on and supplement the values children have already begun to develop by offering further exposure to a range of values that are current in society (such as equal opportunities and respect for diversity); and to help children to reflect on, make sense of and apply their own developing values (Halstead dan Taylor, 2000: 169).
 Untuk membangun dan melengkapi nilai-nilai yang telah dimiliki anak agar berkembang  sebagaiamana nilai-nilai tersebut juga hidup dalam masyarakat, serta agar anak mampu merefleksikan, peka, dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut, maka pendidikan karakter tidak bisa berjalan sendirian. Dalam kasus di Inggris, review penelitian tentang pengajaran nilai-nilai selama dekade 1990-an memperlihatkan bahwa pendidikan karakter yang diusung dengan kajian nilai-nilai dilakukan dengan program lintas kurikulum. Halstead dan Taylor (2000: 170-173) menemukan bahwa nilai-nilai yang diajarkan tersebut juga disajikan dalam pembelajaran Citizenship; Personal, Social and Health Education (PSHE); dan mata pelajaran lainnya seperti Sejarah, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Alam dan Geografi, Desain dan Teknologi, serta Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
”Karakter warga negara yang baik” merupakan tujuan universal yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganegaraan di negara-negara manapun di dunia. Meskipun terdapat ragam nomenklatur pendidikan kewarganegaraan di sejumlah negara (Kerr, 1999; Cholisin, 2004; Samsuri, 2004, 2009) menunjukkan bahwa pembentukan karakter warga negara yang baik tidak bisa dilepaskan dari kajian pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Sebagai contoh, di Kanada pembentukan karakter warga negara yang baik melalui pendidikan kewarganegaraan diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian. Di negara bagian Alberta (Kanada) kementerian pendidikannya telah memberlakukan kebijakan pendidikan karakter bersama-sama pendidikan karakter melalui implementasi dokumen The Heart of the Matter: Character and Citizenship Education in Alberta Schools (2005). Dalam konteks Indonesia, di era Orde Baru pembentukan karakter warga negara nampak ditekankan kepada mata pelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) bahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Di era pasca-Orde Baru, kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya untuk ”menitipkannya” melalui Pendidikan Kewarganegaraan di samping Pendidikan Agama.
Persoalannya apakah nilai-nilai pembangun karakter yang diajarkan dalam setiap mata pelajaran harus bersifat ekplisit ataukah implisit saja? Temuan Halstead dan Taylor (2000) pun menampakkan perdebatan terhadap klaim-klaim implementasi pengajaran nilai-nilai moral dalam Kurikulum Nasional di Inggris (terutama di era Pemerintahan Tony Blair). Klaim-klaim tersebut antara lain menyatakan pentingnya:

·         Sejarah sebagai sebuah alat untuk membantuk siswa mengembangkan toleransi atau komitmen rasional terhadap nilai-nilai demokratis.
·         Bahasa Inggris sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan kemandirian dan menghormati orang lain
·         Pengajaran Bahasa Modern untuk menjamin kebenaran dan integritas personal dalam berkomunikasi
·         Matematika sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan tanggung jawab sosial
·         Ilmu Alam dan Geografi sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan sikap-sikap tertentu terhadap lingkungan
·         Desain dan Teknologi sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan nilai-nilai multikultural dan anti-rasis
·         Ekspresi Seni sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan kualitas fundamental kemanusiaan dan tanggapan spiritual terhadap kehidupan
·         Pendidikan Jasmani dan Olah Raga sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan kerjasama dan karakter bermutu lainnya (diadaptasikan dari Halstead dan Taylor, 2000: 173).
Paparan tersebut memperkuat alasan bahwa pendidikan karakter merupakan program aksi lintas kurikulum. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat diselenggarakan sebagai program kurikuler yang berdiri sendiri (separated subject) dan lintas kurikuler (integrated subject). Namun, pendidikan karakter juga dapat dilaksanakan semata-mata sebagai bagian dari program ekstra-kurikuler seperti dalam kegiatan kepanduan, layanan masyarakat (community service), maupun program civic voluntary dalam tindakan insidental seperti relawan dalam mitigasi bencana alam. 
Pendidikan karakter sebagai sebuah program kurikuler dapat didekati dari perspektif programatik maupun teoritis.

     a.  Perspektif programatik 
1. Habit versus Reasoning. Beberapa perspektif menekankan kepada pengembangan penalaran dan refleksi moral seseorang, perspektif lainnya menekankan kepada mempraktikan perilaku kebajikan hingga menjadi kebiasaan (habitual). Adapula yang melihat keduanya sebagai hal penting.
2. ”Hard” versus ”Soft” virtues. Pertanyaan-pertanyaan: apakah disiplin diri, kesetiaan (loyalitas) sungguh-sungguh penting? atau, apakah kepedulian, pengorbanan, persahabatan sangat penting? Kecenderungannya untuk menjawab YA untuk kedua pertanyaan tersebut.
3. Focus on the individual versus on the environment or community. Apakah karakter yang tersimpan pada individu ataukah karakter yang tersimpan dalam norma-norma dan pola-pola kelompok atau konteks? Jawabnya, memilih kedua-duanya (Schaps & Williams, 1999 dalam Williams, 2000: 35).
    b. Perspektif Teoritis 
1. Community of care (Watson)
2. constructivist approach to sociomoral development (DeVries)
3. child development perspectives (Berkowitz)
4. eclectic  approach (Lickona)
5. traditional perspective (Ryan) (the National Commission on Character Education dalam Williams, 2000: 36)
D. Instrumen Efektivitas Pendidikan Karakter
Character Education Partnership (2003) telah mengembangkan standar mutu Pendidikan Karakter sebagai alat evaluasi diri terutama bagi lembaga (sekolah/kampus) itu sendiri.  Instrumen berupa skala Likert (0 – 4) dengan memuat 11 prinsip sebagai berikut:

1. Effective  character education promotes core ethical values as the basis of  good character.
2. Effective  character education defines “character” comprehensively to include thinking, feeling and behavior.
3. Effective  character education uses a comprehensive, intentional, and proactive approach to character development.
4. Effective  character education creates a caring school community.
5. Effective  character education provides students with opportunities for moral action.
6. Effective  character education includes a meaningful and challenging academic curriculum that respects all learners, develops their character, and helps them succeed.
7. Effective  character education strives to develop students’ self-motivation.
8. Effective  character education engages the school staff as a learning and moral community that shares responsibility for character  education and attempts to adhere to the same  core values that guide the education of students.
9. Effective  character education fosters shared moral leadership and long-range support of the character education initiative.
10. Effective  character education engages families and community members as partners in the character-building effort.
11. Effective  character education assesses the character of the school, the school staff’s functioning as character educators, and the extent to which students manifest good character. (Character Education Partnership, 2003:5-15)
Jika ke-11 prinsip tersebut diadaptasikan  sebagai cara mengukur efektivitas pendidikan karakter di FISE UNY, maka pendidikan karakter di FISE UNY telah diupayakan untuk:
1. mempromosikan inti nilai-nilai etis sebagai dasar karakter yang baik (nilai-nilai etis yang pokok dapat berasal dari ajaran agama, kearifan lokal, maupun falsafah bangsa).
2. mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran, perasaan dan perilaku (cipta, rasa, karsa dan karya dalam slogan pendidikan di UNY).
3. menggunakan pendekatan yang komprehensif, bertujuan dan proaktif untuk perkembangan karakter.
4. menciptakan suatu kepedulian pada masyarakat kampus.
5. memberikan para mahasiswa peluang untuk melakukan tindakan moral.
6. memasukkan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang dengan menghormati semua peserta didik, mengembangkan kepribadiannya, dan membantu mereka berhasil.
7. mendorong pengembangan motivasi diri mahasiswa.
8. melibatkan staf/karyawan kampus sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawab untuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yang sama yang memandu pendidikan para mahasiswa.
9. memupuk kepemimpinan moral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif pendidikan karakter.
10. melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.
11. menilai karakter kampus, fungsi staf kampus sebagai pendidik karakter, dan memperluas kesempatan para mahasiswa untuk menampilkan karakter yang baik.
Efektivitas implementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana strategi-strategi pembelajarannya dilakukan.  Ada beberapa model dan strategi pembelajaran pendidikan karakter yang dapat dipergunkan, antara lain:
1. Consensus building (Berkowitz, Lickona)
2. Cooperative learning (Lickona, Watson, DeVries, Berkowitz)
3. Literature (Watson, DeVries, Lickona)
4. Conflict resolution (Lickona, Watson, DeVries, Ryan)
5. Discussing and Engaging students in moral reasoning.
6. Service learning (Watson, Ryan, Lickona, Berkowitz) (Williams, 2000: 37)
Di luar model pembelajaran karakter tersebut, ada beberapa model penting lainnya sehingga pendidikan karakter dapat efektif. Mengikuti Halstead dan Taylor (2000), pertama, adalah pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah/kampus; Visi-misi sekolah/kampus; teladan guru/dosen, dan penegakan aturan-aturan dan disiplin. Model ini menekankan pentingnya dibangun kultur sekolah/kampus yang  kondusif untuk penciptaan iklim moral yang diperlukan sebagai direct instruction, dengan melibatkan semua komponen penyelenggara pendidikan. Ini sebenarnya mirip dengan kesebelas instrumen efektivitas pendidikan karakter yang dirumuskan oleh Character Education Partnership (2003) di atas.
Kedua, penggunaan metode di dalam pembelajaran itu sendiri. Metode-metode yang dapat diterapkan antara lain dengan problem solving, cooperative learning dan  experience-based projects yang diintegrasikan melalui pembelajaran tematik dan diskusi untuk menempatkan nilai-nilai kebajika ke dalam praktek kehidupan, sebagai sebuah pengajaran bersifat formal (Halstead dan Taylor, 2000: 181). Metode bercerita, Collective Worship (Beribadah secara Berjamaah), Circle Time (Waktu lingkaran), Cerita Pengalaman Perorangan, Mediasi Teman Sebaya, atau pun Falsafah untuk Anak (Philosophy for Children) dapat digunakan sebagai alternatif pendidikan karakter (Halstead dan Taylor, 2000) 

Rabu, 12 Desember 2012

Membumikan aturan, menumbuhkan Kedisplinan

sering kali saya dan sesama guru saling berkonsultasi mengenai keadaan sekolah masing-masing, banyak diantaranya yang berkluh kesah tentang disiplin siswa-siswi disekolahnya. mulai dari pelanggaran disiplin ringan sampai pada pelanggaran berat seperti tawuran antar sekolah, kasus minuman keras dan narkoba serta kehamilan siswi perempuan. hal sama juga saya rasakan ditempat bekerja, banyak kasus mulai pelanggaran ringan sampai berat dilakukan oleh para siswa kita, hanya memang entah bagaimana disekolah kami ini belum menjadi isu penting dalam kerangka program kerjasekolah. saya hanya melihat penanganan masalah ini dialkukan secara kurang terencana dan sporadis saja.

peran Orang Tua dalam pembentukan karakter anak

kadang secara tidak disadari banyak orang tua yang memasrahkan penuh masa depan anak-anaknya kepada sekolah, mereka tidak pernah cukup waktu untuk menemani anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. sehingga banyak kasus anak bermasalah disekolah orang tua tidak tahu, atau baru tahu ketika diberi surat panggilan oleh pihak sekolah. seperti kita ketahui pola kehidupan di perkotaan membuat banyak orang tua tidak mempunyai waktu cukup mengawasi pergaulan dan perkembangan anak-anaknya, mereka bekerja keras banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan waktu kerja yang sangat panjang. sulit sekali para orang tua jaman sekarang untuk dapat berkumpul selepas sholat maghrib atau isya, berbincang-bincang tentang aktivitas anak-anaknya disekolah. sekarang jarang juga ada orang tua yang meluangkan waktunya untuk berdongeng selepas anak-anaknya belajar malam. karena kebanyakan interaksi orang tua dan anak selepas maghrib banyak dihabiskan dikamar masing masing, karena kedua orang tua sudah lelah seharian bekerja dikantor atau berdagang dipasar.

secara teori keberadaan orang tua untuk membimbing dan menemani anak-anaknya selama tumbuh dan berkemabgn sangat penting. anak-anak membutuhkan contoh atau role model tentang apa dan bagaimana dia harus bersikap menghadapi pergaulan dengan lingkungan. secara tidak sadar kesibukan bekerja orang tua di kantor memutus rantai pertemuan dan kebersamaan antara orang tua dan anak-anaknya. seperti yang di tulis Dr Robin Silvermen tentang Powerful Role Model's :seven ways to make positive impact on children yang diantaranya adalah 

  1. Model Positive choce making : yang artinya adalah bagaimana ketika orang tuda dalam situasu haru membuat keputusan, jangan pernah berfikir bahwa keputusan itu akan berpengaruh pada anda saja selaku orang tua, tetapi bagaiman keputusan yang anda ambil nanti juga akan berakibat terhadap anak-anak kita.
  2. Think Out Loud : Jika sekali waktu orang tua dihadapkan kepada sebuah pilihan sulit dan itu akan berakibat juga terhadap anak-anak kita, maka ajak anak kita secara bersama-sama memecahkan permasalahan. Disini peran orang tua tidak hanya ditintut untuk dapat membuat sebuah keputusan terbaik didepan anak-anaknya, tetapi jugaa bagaimana orang tua mengajarkan bagaiman proses memilih dan memilah atas segala konsekwenasi yang dibuat sehingga akhirnya didapatlah sebuah solusi terbaik untuk keluarga.
  3. Apologize and admit mistake : jika suatu saat orang tua melakukan suatu kesalahan jangan segan meminta maaf, bahakan kepada anaknya sendiri, ajarkan anak kita meminta maaf dan mengakui kesalahan yang telah diperbuat, ini akan membantu membangun fikiran positif ketika anak-anak kita nanti berhubungan dengan orang lain. membangun pengertian bahwa sebuah kesalahan bukanlah akhir dari kehidupan, setiap orang bisa membuat kesalahan bahkan ketika kita sudah berhati-hati sekalipun, ketika kita melakukan kesalahan selalu ada saat kita untuk memperbaiki.
  4. Follow Trough : setiap orang tua selalu menginginkan sikap anak-anaknya untuk selalu komitmen terhadap kehidupannya dan menepati janji-janjinya. Justru kadang sikap orang tuanya lah yang kemudian tidak komit dan sukar menepati janji, akibat kesibukan atau banyak hal yang lebih penting lain sehingga kadang banyak hal kecil seperti janji atau rencana kegiatan bersama anak tidak terealisasi karena sibuk atau terkalahkan oleh kegiatan yang lain. Maka untuk itu hal yang perlu orang tua lakukan antara lain adalah : ajarkan anak On time, finish what you started, don't quit. keep your word, don't back off when thing's get chalenging. lakukan itu bersama anak kita dan ajak anak kita bersama sama mengarung permasalahan hidup bersama (tentunya disesuakan dengan pola pikir dan usianya).
  5. Show respect : ajarkan anak-anak kita sikap penghormatan terhadap orang lain, dengan cara kita menghormati anak-anak kita. kadang ada istilah hormati orang lain kalu kita ingin dihormati, tetapi kadang orang tua tidak diabrengi dengan contoh sikap dan perilaku orang tua. masih banyak orang tua yang cendderung otorier dan memaksa segala hal yang orang tua anggap baik dan cocok terhadap perkembangan anak-anaknya. lakukan dialog, bangun komunikasi yang baik dengan anak, jangan potong atau larang ide atau keinginan mereka sebelum anak-anak kita mengutarakan pertimbangan-pertimbgana atau rasioanlisasi atas ide dan pilihannya.
  6. be well rounded : ajarkan anak-anak kita bersosialisasi dengan baik, bantu anak-anak kita menemukan lingkunganya. sebagai panutan orang tua harus bisa menjadikan dirinya sebagai teman yang baik. hobi dan kesukaan anak akan sangat mungkin berubah-ubah, mulai dari sepak bola, karate, melukis, badminton, menyanyi, berenang dan lain-lain. ketia=ka orang tua sebagu role modle di pandang mampu menjadi apapun yang diidamkan anak-anaknya maka hal positif akan timbul dikemudian hari yaitu kepercayaan diri anak-anaknya bahwa mereka juga bisa seperti asyahnya yang bisa menjadi apapun, timbulnya kepercayaan diri anak untuk mencoba hal-hal positif yang dia inginkan dan lakukan yang terbaik agar bisa seperti ayah atau ibunya yang mereka bangga-banggakan.
  7. Demonstrate Who you are : ajarkan anak kita kepercayaan dan keyakinandalam hidup, sebab apapun pilihan kita dalam hidup lakukanlah yang terbaik dan bertanggung jawab

.

Perlukah pelajaran Bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar ?

Melihat draft struktur kurikulum SD tahun 2013 terlihat ada satu mata pelajaran yang hilang di tingkatan sekolah dasar yaitu bahasa inggris. Banyak pro dan kontra mengenai hal ini, yang pro tentunya adalah sekolah-sekolah yang mempunyai rencana janggka panjang yang melibatkan kualifikasi kompetensi bahasa inggris sabagai sasarannya. Beberapa sekolah swasta ternama bukan hanya menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar tetapi konten kurikulumnya juga sudah mengacu kepada kurikulum negara luar dan secara otomatis penguasaan bahasa inggris menjadai barang yang tidak bisa ditawar lagi tetapi ada juga yang pro terhadap penghapusan ini dikarenakan bahwa dirasakan belum perlunya anak usia SD memiliki kompetensi bahasa inggris. karena diharapkan mereka mempelajari dulu bahasa ibu dan bahasa indonesia secara maksimal untuk kemudian di tingkat SMP baru dimulai mengenal bahasa inggris. sebagai seorang guru yang hampir seluruh masa baktinya dihabiskan di pedalaman, saya pribadi memang belum merasakan urgensi pembelajaran bahasa inggris di tingkat SD karena sesuai dengan kebutuhan di desa pedalaman belum dirasa perlu penguasaan bahasa inggris untuk anak SD.

Jumat, 07 Desember 2012

Pendidikan antara harapan dan kenyataan

Dunia pendidikan indonesia dari tahun ke tahun tercatat sangat dinamis, perubahan demi perubahan, perbaikan demi perbaikan bergulir silih berganti. Hal-hal berkaitan dengan kurikulum tetap menjadi pokok utama, karena hali dianggap sebagai salah satu bagian penting yang harus tersentuh dalam setiap pembangunan pendidikan di Indonesia. Milyaran bahkan trilyunan rupiah dikucurkan pemerintah dengan harapan progres pendidikan di Indonesia makin membaik. Tetapi ada satu hal yang mungkin kita lupakan adalah masalah kepribadian, makin tingginya standar kualitas pendidikan (minimal kalau dilihat dari standar minimal UJIAN NASIONAL) tetapi ini kurang dibarengi dengan pembinaan serta pembentukan kepribadian siswa di sekolah. Pelanggaran demi pelanggaran oleh siswa bukan hanya berkuta dalam ranah etika sopan santun saja tetapi sudah memasuki ranah pidana. Bagaimana perilaku tawuran yang rentan meminta korban jiwa sesama pelajar, dalam hal penggunaan narkoba dan psikotropika trend dan kasusnya juga makin menanjak setiap tahun, perilaku seks bebas juga makin mengkhawatirkan saja. Disini kadang pihak sekolah seakan angkat tangan bahwan cenderung bersikap masa bodoh atas segala bentuk degradasi moral yang dilakukan oleh siswa-siswinya, mereka seakan terlalu sibuk membuat program unggulan dalam mempersiapkan anak-anaknya menempuh UJIAN NASIONAL. Perilaku dan sikap gur sekarang sudah banyak yang melenceng dari kodrat sebagai sang pendidik, peningkatan kesejahteraan oleh pemerintah tidak diimbangi oleh rasa dan tanggung jawab dari para pendidik. Tunjangan tambahan penghasilan guru kadang tidak menyentuh upaya-upaya peningkatan kualitas pembelajaran untuk guru, yang paling parah mungkin adalah semakin tidak perdulinya guru terhadap anak didiknya yang bermasalah, ada trend di beberapa sekolah di kota saya untuk mengeluarkan anak-anak tersebut bukan malah mendidik dan membinanya. dan hal serupapun akan dilakukan oleh sekolah baru tempat anak buangan tersebut menuntu ilmu, jika tidak terjadi perubahan sekolah baru tersebutpun akan dengan mudahnya meng"over kredit" anak tersebut ke sekolah lain yang kualitasnya lebih rendah. buat saya ini ironi, bukankah sekolah di bangun dan diadakan untuk mendidik dan membina siswa tanpa pandang strata sosial dan perilaku ?? kondisi ini makin diperparah oleh kurangnya perhatian orang tua siswa terhadap anak-anaknya, kesan sibuk di kantor dan acara lainya mengakibatkan sekolah kesulitan dalam melakukan dialog dalam rangka pembinaan anaknya sendiri. Mereka cenderung memasrahkan seutuhnya kepada. sekolah.