WELCOME TO SMAN 1 SAJIRA

Profile sekolah yang mulai berdiri pada tahun 2006

SMA NEGERI 1 SAJIRA

Sekolah yang terletak di jalan raya cipanas KM 17 Desa Mekarsari Kecamatan Sajira

Nunu Rahmat nugraha, S.IP

Kunjungan ke Kasepuhan adat di sobang 2010

Nunu Rahmat nugraha, S.IP

Trio Macan hehehehehehe

LPPM STKIP Setia Budhi

Seminar Pra Penerbita Jurnal Ilmiah STKIP Setia Budhi Rangkasbitung

Ananda Raushan Fikri Nugraha

Rasuhan sedang berenang di Metro Cilegon ketika liburan 2010

Anak-anaku Tim Basket SMAN 1 Sajira

Sebelum latihan anak-anaku Tim Basket Putri SMAN 1 Sajira menyempatkan diri melakukan photo bersama, dengan di pimpin oleh Sunarti pada posisi paling kanan

PADUAN SUARA SMAN 1 SAJIRA

paduan suara SMAN 1 Sajira dibawah pimpinan Bpk. Novi Marcopianto

Upacara pembukaan MABIS 2011

Upacara dipimpin oleh Baga Nugraha

Peserta wanita dalam MABIS 2011

Peserta Grup Putri sedang persiapan melakukan APEL Sore

upacara

Peserta MABIS bersiap-siap mengadakan apel sore

Atraksi dari Ekstra Kurikuler PASKIBRA SMAN 1 Sajira

Beberapa formasi baris-baris ditingkahi oleh sedikit drama menuai aplaus dari para siswa peserta MABIS 2011

Kelahiran Putra Pertama kami di RSUD Kota Cilegon

pada saat anak pertama kami lahir, kondisi ekonomi kami waktu itu masih sangat memprihatinkan. Saya dan istri saya masih CPNS dan mesti terpisah jarak hampir 250 Km, dan hanya akhir minggu kita bisa berkumpul bersama.

Suasana kegiatan belajar mengajar di kelas XI IPS 2

Kelas bersih dan tertib, tampak siswa sedang mengerjakan lebaran kerja

ISTRIKU TERCINTA PIPIT FITRIYANA MUKTIE, SE

Istriku sekarang bekerja sebagai PNS di PEMDA Lebak, di Dinas DisdukCapil.

Upacara Bendera

Upacara Hari senin, tampak bersama saya Bang Kumis alias Pak Memed Sayuti,S.P.d.I

BUAH HATIKU

belajar tentang shalat mudah-mudahan menjadi bekal yang berguna di masa dewasa mereka kelak

Raushan fikri

belajar tentang shalat mudah-mudahan menjadi bekal yang berguna di masa dewasa mereka kelak

TIM FUTSAL SMAN 1 SAJIRA

ASEP, HASAN, NOVIAN, KUDUS DAN DEDE.

Pages

Minggu, 16 Maret 2014

Education and Social Change in India


Girls' Education Is a Social Vaccine


The Education Crisis in Developing Countries


discipline in school : pain of learning


maintain classroom discipline


sistem syaraf : otak manusia


sistem sirkulasi jantung


skeletal system


Kamis, 06 Maret 2014

effective communication



To communicate effectively, supervisor need to determine their audience specifically they need to be able to answer the following qustions
  1.   What does the audience already know ?
  2.  What does it want to know ?
  3.  What it’s capacity for absorbing informations ?
  4.  What does it hope to gain by listening ?is it hoping to motivated ? informed ?convinced ?
  5.   Is the audience friendly or hostile ?

Communication as a supervisory skill



Communication as a supervisory skill

  1. Supervisor must give directions to the people who work for them, superviosrs who fail to give clear guidance often find that employees perform their job poorly because they do not understand what is expected of them
  2. Supervisor must be able to motive people, good supervisor use their ability to communicate to get the other people excited about their jobs
  3. Supervisors must be able to absorps the ideas of others, supervisor interact with many people, including co workers, customers, and suppliers. To be effectively they must be able to understand and accept other peoples viewpoints
  4.  Supervisors must be able to persuade other people, supervisor often have idea that other oppose. To persuade other people to accept thei ideas, supervisors must be able to communicate effectively

how to make a decision for a supervisor



The following steps, based on on the scientific method are recommended for making decisions
1.    Be alert to indications and symptoms of problems, is an integral part of recognizing the need to make a decisions. All too often supervisors tend to brush off or ignore indicators and symptoms of problems. Supervisors should constantly be cognizant of any changes that might be indicates a potensial problem. 
2.    Tentatively define the problem
3.    Collect fact and redefine the problem if necessary
4.    Identify possible alternatives
5.   Gather and recognize fact concerning  identified alternatives
6.    Evaluate possible alternatives
7.    Choose and implement the best alternative
8.    Follow up

Five characteristic are important key to supervisory success

  1. Ability and willingness to delegate, most supervisors  are promotive jobs and have been accustomed to doing the work themselves. An often difficult and yet essential, skill that such supervision must develop is the ability or willingness to delegate work to others
  2.  Proper use of authority, some supervisor let their newly acquired authority alone doesn’t get the support  and cooperation of employees. Learning when not to use authority is often important as learning when to use it
  3.  Setting a good examples. Supt ervisor must always remember that the work group look to them to set up examples. Employees expect fair and equitable treatment for their supervisor. Too many supervisors play favorites and treat employees inconsistenly .government legislation has attempt to reduce this practice in some areas, but the problem is still common
  4.   Recognizing the change in rule, peoplewho have been prompted into supervision must recognize that their role has changed and they are no longer one of the gang. They must remember must that being a supervisor may require unpopular decision. Supervisor are connecting link between the other level of management and the operative employee and must learn to represent both gang.
  5.  Desire for the job, many people who have no desire to be supervisor are promoted into supervision merely because of their technical skill. Regardless of one technical skill, the desire to be a supervisor is necessary for success in supervision. That desire encourage a person to develp the other type of skills necessary in supervision – human relation, administrative, and decision making skills


Minggu, 02 Maret 2014

seni melakukan kritik yang membangun

  1. critize in privat, kritikan dilakukan ditempat private bukan di muka umu hal ini dilakukan untuk menjaga perasaan orang yang dikritik. bila seorang kepala sekolah ingin menegur bawahannya, maka sebaiknya bawahannya dipanggil ke kantor kepala sekolah untuk dibicarakan empat mata poin poin yang dianggap masih lemah dari diri sang bawahan. hindari melalkukan kritik terhadap bawahan di muka umum atau tempat terbuka karena hanya akan menjatuhkan harga diri atau kepercayaan si bawahan dan menurunkan atau bahkan mengilangkan respek sang bawahan kepada si kepala sekolah
  2. begin with mild critism, kritik atau teguran kepada bawahan harus dimulai dengan lembut atau halus dan tidak dilakukan dengan cara kasar dan terbuka. bila memang tidak terjadi perubahan perilaku yang positif teguran bisa ditingkatkan intensitasnya namun tetap tidak menggunakan cara dan bahasa yang kasar karena hanya akan menimbulkan masalah baru saja.
  3. base the critisism on objective fact, dalam melakukan teguran seorang atasan harus menggunakan fakta fakta yang bersifat objektif bukan melalui penilaian yang subjektif karena sering kali penilaian subjektif ternyata tidak sesuai dengan fakta
  4. express your critisism in term of a common goal, kritik atau teguran kepada bawahan atau rekan sejawat diusahakan di bingkai dalam upaya pencapaian tujuan bersama. hindari kata kata yang bersifat ofensif atau menyalahkan orang tersebut. gunakan konteks kerjasama dalam usaha menyelesaikan tugas contoh ,"tugas kita akan cepat selesai jika laporan data statistik yang kamu buat di gabung dengan laporan data yang sedang aku kerjakan," ....daripada menggunakan kata kata ofensif seperti, " kalo data statistik kamu belum beres maka tugas kita gak akan beres padahal data aku sudah saya kerjakan 2 hari yang lalu,".
  5. avoid playing boss, kebanyakan pegawai selalu mengingat gesture gaya bahasa tubuh atau kata kata siboss ketika mengkritik dari pada isi dan konten kritikan si boss. hindari gerak tubuh dan gesture muka seperti boss "BOSSY" agar pesan dapat ditangkap dengan jelas oleh bawahan tanpa ada perasaan resistens terlebih dahulu melihat gaya dan akta-kata pimpinan yang kurang baik.
  6. when criticizing your boss, relate ot to your work performance, jika suatu ketika kita terpaksa melakukan kritik terhadap pimpinan kita usahakan kritik yang kita lontarkan dengan menggunakan bahasa yang sopan serta jangan lupa kritik tersebut di lontarkan berkaitan dengan performa kerja kita  dan kita juga jangan lupa ketika melakukan kritik terhadap pimpinan (apalagi jika pemimpin kita adalaha orang yang sangat tidak kooperatif) jangan lupa mengatakan, ," walaupun aturan yang dibuat oleh pimpinan baik tetapi kebijakan tersebut dapat mengganggu kinerja para bawahan seperti saya,".

Manajemen konflik di sekolah

Pertentangan atau cekcok buka hal yang mustahil timbul di sekolah yang ibu atau bapak pimpin. dengan faktor pemicunya sangat bermacam-macam maka konflik sukar untuk dielakan untuk tidak terjadi dilembaga sekolah. menurut Andre Du brin mengatakan bahwa bebrapa faktor penyebab konflik adalah

  1. competition for limited resources (kompetisi dalam sumber-sumber daya yang terbatas), yang artinya adalah konflik bisa terjadi disebuah lembaga manapun dimana individu individubya saling bersaing memperebutkan sesuatu yang memang terbatas seperti misalnya jabatan, uang, kesempatan mengikuti training, dll. maka seorang manajer atau kepala sekolah harus mambu membuat sistem yang baik dalam menghadapi persaingan ini. persaingan ini tidak boleh dihilangkan karena disisi lain persaingan ini memberikan nilai positif bagi sekolah karena diaman individu individu tersebut akan berbuat yang terbaik agar mendapatkan nilai yang dimaksud (sebuah persaingan ehat) namun kadang kala terjadi pula sebuah persaingan tidak sehat dimana ketika persaingan mmemperebutkan sumber sumber daya yang terbatas tersebut terjadi upaya dan usahasaling menjegal satu sam lain. disini peran seorang kepala sekolah harus mampu menjadi penengah dan wasit yang adil bial terjadi indikasi persainga tidak sehat dalam sebuah sekolah
  2. diffrences in goals and objectives (perbedaan pandangan akan tujuan dan cara upaya pencapaian tujuan), sering kali terjadi konflik antar individu dalamsebuah organisasi berkaitan dengan tujuan organisasi serta cara pencapaian tujuan organisasi. bial ini tidak mendapatkan perhatian serius makaakan terjadi perpecahan dari dalam dimana akan ada salah satu fihak yang kalah (merasa tidak terakomodir kepentingannya atau suranya) yang kemudian menarik diri dari usaha pencapain tujuansebuah organsiasi. 
  3. the generation gap and personality clash (gap antar generasi dan pertikaian pribadi), konflik bisa terjadi jika ada perbedaan cara pandang terhadap diri sendiri, misalkan ada pengelompokan senior dan junior dimana senior merasa harus dihormati atau minimal didengar suaranya. bahkan dalam kasus yang lebih khusus ada kelompok senior yang ingin menduduki jabatan atau psosisi penting dalam sebuah organisasi whatever it takes. senior memandang pada anak muda (junior) sebagai pribadi pribadi yang bau kencur dan tidak tahu apa-apa. hal ini bisa meletupak konflik diantara dua kelompok ini. konflik juga bisa terjadi dalam bentuk pertikaian individu
  4. gender diffrences, konflik dapat terjadi dalam sebuah organsisai ketika secara kulutral terjadi perbedaan peran antara perempuan dan laki laki. misalkan ketika seorang pemimpin perempuan akan rentan mendapat "perlawanan" dari bawahannya yang tidak suka dipimpin oleh seorang perempuan. yang ujung ujungnya akan menyulitkan dalam membangun tim yang solid karena ada "duri" yang mengganjal
  5. competing work and family demand, konflik juga dapat terjadi ketika terjadi persaingan antara kepentingan pekerjaan dengan peran dan fungsi karyawan di keluarga. misalkan ada kepentingan keluarga yang tidak bisa kita tinggalkan sementara disis lain tugas pekerjaan juga tidak bisa ditinggalkan. hal ini bisa memicu konflik kepentingan dalam diri karyawan karena salah satu mesti dikalahkan
  6. sexual harashment, konflik yang terjadi yang melibatkan biasanya karyawan perempuan oleh atasan dalam bentuk pelecehan sexual. misalkan ketika seorang atasan melontarkan joke-joke seputar seks sampai dengan tindakan pelecehan kepada bawahannya. 

Meningkatkan kinerja guru

Dalam sebua organisasi sekolah peran seorang kepala sekolah sangat penting dalam menjaga kinerja bawahannya agar selalu berada pada level top performance/kinerja tingggi. seorang kepala sekolah harus mampu menjadi motivator bagi para  bawahannya dengan selalu memberikan supervisi dan bimbingan kepada bawahannya. dalam buku yang berjudul Applying Psychology : individual and organizational effectiveness, Andrew du brin mengatakan bahwa kinerja tinggi itu ditunjang oleh dua faktor, yang pertama adalah motivasi dimana motivasi kerja si bawahan yang tinggi akan membuat passion bekerja mereka juga tinggi. untuk itulah seorang pemimpin harus mampu men-drive motivasi bekerja anak buahnya dengan memberikan reward berupa pujian atau bonus kepada bawahan yang telah menyelesaikan tugas dengan baik atau bahkan bila ada anak buah yang mempunyai kinerja melebihi atas apa yang telah dibebankan kepada dirinya karyawan tersebut bisa diberikan percepatan kenaikan pangkat atau jabatan. dan yang kedua adalah ability (kemampuan), kemampuan seorang pimpinan memberikan tugas yang sesuai antara tugas yang diberikan dengan kempuan si bawahan maka akan timbul kepercayaan diri dari bawahan untuk mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik (The expectancy Theory of motivation) . pemberian tugas yang tidak sesuai atau beban kerja yang terlalu berat akan menimbulkan tekanan atau stress kerja bagi bawahannya.

manajerial skill untuk kepala sekolah

ada idiom yang mengatakan bahwa kepala sekolah adalah guru yang mendapatkan tugas tambahan. saya secara pribadi kurang sependapat dengan penamaan seperti itu, karena seorang kepala sekolah adalah individu yang ditunjuk atau ditugasi sebagai manajer institusi pendidikan berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. artinya adalah dia merupakan individu terpilih yang memiliki kapasitas dalam segi kepemimpinan daripada rekan guru lainnya. ada tiga kemampuan yang harus dipunyai oleh seorang pemimpin pendidikan

  1. konsep skill, dimana seorang kepala sekolah harus mampu membuat peta konsep atau road map bagi organisasi yang dipimpinnya. hal ini membutuhkan wawasan yang luas terutama dari segi perencanaan dan evaluasi, karena maju dan mundurnya sekolah diawali oleh sebuah perencanaan. apabila seorang kepalasekolah tidak bisa membuat perencanaan yang baik maka sudah bisa ditebak hasilnya bahwa sekolah tersebut tidak mempunyai arah dalam progress kedepannya. program atau kegiatan dilakukan tanpa perencanaan sehingga hasilnya akan kurang maskimal
  2. technical skill, seorang kepala sekolah harus mempunyai keterampilan teknis dalam pekerjaan yang menyangkut administrasi, keuangan, kesiswaan, kehumasaan, sarana dan prasarana dll. bukan berarti nanti seorang kepala sekolah arus ikut campur dalam pekerjaan teknis para bawahannya namun hal ini akan sangat membantu ketika didalam pekerjaanya seorang kepala sekolah harus memsupervisi bawahannya. karena ketika kepala sekolah tahu tentang juklak dan juknis pekerjaan teknikal tersebut maka dia akan dengan mudah memberikan arahan dan masukan ketika melihat ada bahwahan yang dalam bekerja belum maksimal. maka sudah seharusnya seorang kepala sekolah sebelumnya pernah menjabat wakil kepala sekolah di bidang kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana dll.
  3. social skill, kemampuan sosial yang dimiliki seoarng kepala sekolah membuat yang bersangkutan tidak kaku dalam menjalankan tugasnyasebagai kepala sekolah. seperti diketahui ketika seorang kepalasekolah memimpin bawahan yang berjumlah puluhan orang, maka akan ada sekian banyak karakter bawahan yang berbeda-beda. untuk itu butuh sebuah pendekatan yang luwes bagi seorang kepala sekolah adalam bertugas. perlilaku kaku dan kurang luwes seorang kepala sekolah sering kali menjadi pemicu masalah seperti konflik dengan bawahan yang pada akhirnya akan merugikan organisasi atau sekolah tersebut.

Sabtu, 01 Maret 2014

Revolusi tiga imam DI/TII


Jejak Tan Malaka


Sjarifudin Prawiranegara


Indonesia under sukarno


operasi trikora : pembebasan irian barat


Biodigital human


Manajemen Kelas

Ada pepatah yang mengatakan guru adalah seorang  manajer, dia adalah seorang manajer dikelas yang harus mampu mengatur dan mengintegrasikan berbagai komponen didalam kelas demi tercapainya tujuan pembelajaran. Beberapa kasus ditemukan guru yang merasa terbebani ketika mengajar karena dirasakan siswa dikelas selalu ribut dan sukar diatur. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh si guru kelas masih tetap ribut dan bahkan ada beberapa siswa tertidur selama pembelajaran berlangsung. perasaan  frustasi  ini akan berdampak kurang baik jika dalam waktu yang lama si guru belum bisa mencari jawaban tentang tehnik atau cara mengelola kelas dengan baik, karana ketidakmampuanya dalam mengelola kelas dalam jangka waktu lama akan berpengaruh terhadap performa dan cara dia mengajar . guru akan cepat terpancing emosinya dan cuek dengan keadaan sekeliling lingkungan belajar. Guru kadang terpancing menggunakan cara punitif dalam mengelola kelas agar tertib dan tidak ribut, berbagai ucapan dengan nada tinggi kadang disertai ancaman dilontarkan kepada siswa agar siswa bisa berhenti membuat keributan didalam kelas atau siswa mau memperhatikan selama si guru sedang menerangkan.
Sehingga pada akhirnya suasana belajar mencekam karena pembelajaran tidak berlangsung dengan nyaman baik oleh siswa juga oleh si guru. Interaksi selama proses pembelajaran ujung ujungnya bersifat basa basi saja karena si guru pada akhirnya merasa dia masuk kelas tersebut hanya menunaikan tugas mengajar saja (tidak adanya perasaan passion mendalam dalam mengajar) hal sama juga terjadi pada siswanya, mereka hanya duduk mencatat dan diam selama pembelajaran dengan pikiran yang berkelana entah kemana.
Inilah fenomena yang sering terjadi terutama ketika kita sebagai guru mengajar dikelas yang banyak siswa siwanya relatif bermasalah, bermasalah disini dalam arti ada siswa yang semangat belajar mengalami penurunan karena berbagai sebab seperti perasaan tertinggal jauh dengan rekan rekan lainnya, sering kali dicela oleh guru atas ketidak mampuannya dalam mengikuti pelajaran (seperti ejekan ejekan bahwa siswa tersebut tidak bakalan naik atau sebaiknya pindah sekolah saja), atau si siswa mengalami masalah yang kompleks di keluarganya karena perceraian orang tua atau peristiwa lain yang mengganggu si siswa tersebut. Atau bahkan si anak mengalami gangguan psikologis emosional atau mental  seperti autisme, ADHD (attention deficit hyperactive disorder), Dyslexia, Dysprexia, Discalculia dll. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya seorang guru sekolah umum harus mengajar anak anak tersebut. Untuk kasus seperti diatas sekolah sebaiknya segera bekerjasama dengan orangtuas siswa agar dipindahkan sekolah yang lebih sesuai seperti sekolah luar biasa (SLB).
Maka untuk itulah seorang guru ketika memasuki kelas sebaiknya mempersiapkan diri dengan melakukan pentahapan pentahapan dahulu  tidak langsung memberikan materi. Hal yang bisa dilakukan oleh seorang guru adalah Seperti menyapa siswanya sambil mencoba mendalami peristiwa yang terjadi hari itu. Layangkan pandangan kita ke seluruh kelas, dan sambil coba menemukan sesuatu untuk di eksplorasi. Jika ada siswa yang murung hari itu ajak mereka komunikasi dan cari tahu mengapa mereka terlihat murung hari itu, jika terlihat ada siswa  yag mengantuk juga ajak komunikasi dan cari tahu jam berapa mereka tidur tadi malam, kemudian tanyakan juga tentang kewajiban mereka belajar apakah sudah mereka tunaikan. Lakukan semua itu dengan tulus sehingga akan terjalin interkasi positif sebelum pembelajaran berlangsung antara guru dan siswa.
Setelah itu kita bisa menyampaikan materi belajar sesuai dengan rencana semula. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan materi seperti pertama dalam menerangkan materi atau konsep, berikanlah secara perlahan dan bertahap. Karena siswa lebih mudah menerima materi atau konsep yang diberikan secara bertahap dari yang mudah dan meningkat ke materi dan konsep yang sulit, atau dalam menerangkan sebuah materi mulai jelaskan mulai dari sesuatu yang konkret lalu kemudian secara perlahan bergeser kearah yang bersifat abstrak. Serta usahakan dalam pemberian materi dilakukan secara berurutan tidak acak atau bahkan meloncat loncat karena semua itu akan membingungkan si siswa itu sendiri Karena dengan begitu materi pembelajaran yang diberikan oleh guru akan dengan mudah dicerna oleh siswa. Ketika siswa mampu mengikuti materi pembelajaran maka akan timbul kepercayaan bukan hanya pada dirinya sebagai pelaku pembelajaran tetapi juga kepercayaan kepada si pengajar atau si guru, karena si anak merasa guru mampu memberikan tuntunan dan bimbingan yang benar kepadanya, dari awalnya dia tidak bisa menjadi bisa. Dari awalnya dia tidak tahu menjadi tahu.
Yang kedua sebaiknya siswa juga dilibatkan dalam pengaturan dan pendekorasian kelas. Ajak mereka mendesain kelas, tentang pengaturan rak buku, tempat penyimpanan hasil lembar kerja, dan pengaturan rak sepatu. Dengan begitu ada keterlibatan secara emosional antara siswa dan kelasnya, mereka bersusah payah mendesain kelas, mebersihkan kelas tentunya berusaha tidak akan mengotori kelasnya.  Desain kelas yang unik dan mencerminkan kepribadian penghuninya akan menjadi kebanggan buat siswa, apalagi guru jangan pelit dalam memberikan pujian atau reward kepad kelas yang berhasil menjaga kebersiahan kelasnya.



Lungs anatomy


Muscular system anatomy : anterior leg muscles


functional anatomy


anatomi hati manusia


pectoralis major


otot perut manusia


Otot pada lengan atas manusia


Rabu, 12 Februari 2014

Video editan PERJUSAMI SMAN 1 Sajira


PROSES PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MENJADI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

I. LATAR BELAKANG
Hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional dalam sistem tata hukum merupakan hal yang sangat menarik baik dilihat dari sisi teori hukum atau ilmu hukum maupun dari sisi praktis. Kedudukan hukum internasional dalam tata hukum secara umum didasarkan atas anggapan bahwa hukum internasional sebagai suatu jenis atau bidang hukum merupakan bagian dari hukum pada umumnya. Anggapan ini didasarkan pada kenyataan bahwa hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan dan asas yang efektif yang benar-benar hidup dalam kenyataan sehingga mempunyai hubungan yang efektif dengan ketentuan dan asas pada bidang hukum lainnya. Bidang hukum lainnya yang paling penting adalah bidang hukum nasional.
Hal ini dapat dilihat dari interaksi masyarakat internasional dimana peran negara sangat penting dan mendominasi hubungan internasional. Karena peran dari hukum nasional negara-negara dalam memberikan pengaruh dalam kancah hubungan internasional mengangkat pentingnya isu bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional dari sudut pandang praktis.
Dalam memahami berlakunya hukum internasional terdapat dua teori, yaitu teori voluntarisme,[1] yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kemauan negara, dan teori objektivis[2] yang menganggap berlakunya hukum internasional lepas dari kemauan negara.[3]
Perbedaan pandangan atas dua teori ini membawa akibat yang berbeda dalam memahami hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Pandangan teori voluntarisme memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum yang berbeda, saling berdampingan dan terpisah. Berbeda dengan pandangan teori objektivis yang menganggap hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua perangkat hukum dalam satu kesatuan perangkat hukum.
II. Teori Keberlakuan Hukum Internasional
A. Aliran Dualisme
Aliran dualisme bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah.[4]
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh aliran dualisme untuk menjelaskan hal ini:
  1. Sumber hukum, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional dan hukum internasional mempunyai sumber hukum yang berbeda, hukum nasional bersumber pada kemauan negara, sedangkan hukum internasional bersumber pada kemauan bersama dari negara-negara sebagai masyarakat hukum internasional;
  2. Subjek hukum internasional, subjek hukum nasional adalah orang baik dalam hukum perdata atau hukum publik, sedangkan pada hukum internasional adalah negara;
  3. Struktur hukum, lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum pada realitasnya ada mahkamah dan organ eksekutif yang hanya terdapat dalam hukum nasional. Hal yang sama tidak terdapat dalam hukum internasional.
  4. Kenyataan, pada dasarnya keabsahan dan daya laku hukum nasional tidak dipengaruhi oleh kenyataan seperti hukum nasional bertentangan dengan hukum internasional. Dengan demikian hukum nasional tetap berlaku secara efektif walaupun bertentangan dengan hukum internasional.[5]
Maka sebagai akibat dari teori dualisme ini adalah kaidah-kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. Dengan demikian dalam teori dualisme tidak ada hirarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena dua perangkat hukum ini tidak saja berbeda dan tidak bergantung satu dengan yang lain tetapi juga terlepas antara satu dengan yang lainnya.
Akibat lain adalah tidak mungkin adanya pertentangan antara kedua perangkat hukum tersebut, yang mungkin adalah renvoi.[6] Karena itu dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional.
B. Aliran Monisme



Teori monisme didasarkan pada pemikiran bahwa satu kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia.[7] Dengan demikian hukum nasional dan hukum internasional merupakan dua bagian dalam satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Hal ini berakibat dua perangkat hukum ini mempunyai hubungan yang hirarkis. Mengenai hirarki dalam teori monisme ini melahirkan dua pendapat yang berbeda dalam menentukan hukum mana yang lebih utama antara hukum nasional dan hukum internasional.
Ada pihak yang menganggap hukum nasional lebih utama dari hukum internasional. Paham ini dalam teori monisme disebut sebagai paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham lain beranggapan hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional. Paham ini disebut dengan paham monisme dengan primat hukum internasional. Hal ini dimungkinkan dalam teori monisme.
Monisme dengan primat hukum nasional, hukum internasional merupakan kepanjangan tangan atau lanjutan dari hukum nasional atau dapat dikatakan bahwa hukum internasional hanya sebagai hukum nasional untuk urusan luar negeri.[8] Paham ini melihat bahwa kesatuan hukum nasional dan hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum internasional bersumber dari hukum nasional. Alasan yang kemukakan adalah sebagai berikut:
  1. tidak adanya suatu organisasi di atas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara;
  2. dasar hukum internasional dapat mengatur hubungan antar negara terletak pada wewenang negara untuk mengadakan perjanjian internasional yang berasal dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masing-masing negara.[9]
Monisme dengan primat hukum internasional, paham ini beranggapan bahwa hukum nasional bersumber dari hukum internasional.[10] Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional yang pada hakikatnya berkekuatan mengikat berdasarkan pada pendelegasian wewenang dari hukum internasional.
Pada kenyataannya kedua teori ini dipakai oleh negara-negara dalam menentukan keberlakuan dari hukum internasional di negara-negara. Indonesia sendiri menganut teori dualisme dalam menerapkan hukum internasional dalam hukum nasionalnya.
III. Perjanjian Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional
Dalam hukum internasional terdapat beberapa sumber hukum internasional. Menurut sumber tertulis yang ada terdapat dua konvensi yang menjadi rujukan apa saja yang menjadi sumber hukum internasional. Pada Konvensi Den Haag XII, Pasal 7, tertanggal 18 Oktober 1907, yang mendirikan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan dalam Piagam Mahkamah Internasional Permanen, Pasal 38 tertanggal 16 Desember 1920, yang pada saat ini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tertanggal 26 Juni 1945.[11]
Sesuai dengan dua dokumen tertulis tersebut yang berisi penunjukan pada sumber hukum formal, hanya dua dokumen yang penting untuk dibahas, yaitu Piagam Mahkamah Internasional Permanen dan Piagam Mahkamah Internasional. Ini disebabkan karena Mahkamah Internasional mengenai Perampasan Kapal tidak pernah terbentuk, karena tidak tercapainya minimum ratifikasi. Dengan demikian Pasal 38 Mahkamah Internasional Permanen dan Pasal 38 ayat 1 Mahkamah Internasional, dengan demikian hukum positif yang berlaku bagi Mahkamah Internasional dalam mengadili perkara yang diajukan dihadapannya adalah:
  1. Perjanjian Internasional;
  2. Kebiasaan Internasional;
  3. Prinsip Hukum Umum;
  4. Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan hukum.[12]
Perjanjian internasional yang dimaksud adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk oleh dan diantara anggota masyarakat internasional sebagai subjek hukum internasional dan bertujuan untuk mengakibatkan hukum tertentu.[13]
Dewasa ini dalam hukum internasional kecendrungan untuk mengatur hukum internasional dalam bentuk perjanjian intenasional baik antar negara ataupun antar negara dan organisasi internasioanal serta negara dan subjek internasional lainnya telah berkembang dengan sangat pesat, ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari masyarakat internasional, termasuk organisasi internasional dan negara-negara.
Perjanjian internasional yang dibuat antara negara diatur dalam Vienna Convention on the Law of Treaties (Konvensi Wina) 1969. Konvensi ini berlaku (entry into force) pada 27 Januari 1980. Dalam Konvensi ini diatur mengenai bagaimana prosedur perjanjian internasional sejak tahap negosiasi hingga diratifikasi menjadi hukum nasional.[14]
Banyak istilah yang digunakan untuk perjanjian internasional diantaranya adalah traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant, dan lain-lain. Semua ini apapun namanya mempunyai arti yang tidak berbeda dengan perjanjian internasional.[15]
Dalam praktik beberapa negara perjanjian internasional dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah perjanjian yang dibentuk melalui tiga tahap pembentukan yakni perundingan, penandatanganan dan ratifikasi.[16] Golongan yang kedua adalah perjanjian yang dibentuk melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.[17] Untuk golongan pertama biasanya dilakukan untuk perjanjian yang dianggap sangat penting sehingga memerlukan persetujuan dari dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power). Hal ini biasanya berdasarkan alasan adanya pembentukan hukum baru atau menyangkut masalah keuangan negara. Sedangkan golongan kedua lebih sederhana, perjanjian ini tidak dianggap begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat.
Selanjutnya apa yang menjadi ukuran suatu perjanjian mana yang termasuk golongan yang penting, sehingga memerlukan ratifikasi dari Dewan Perwakilan Rakyat dan perjanjian mana yang tidak di Indonesia.
Proses pembentukan Perjanjian Internasional, menempuh berbagai tahapan dalam pembentukan perjanjian internasional, sebagai berikut:
  1. Penjajakan: merupakan tahap awal yang dilakukan oleh kedua pihak yang berunding mengenai kemungkinan dibuatnya suatu perjanjian internasional.
  2. Perundingan: merupakan tahap kedua untuk membahas substansi dan masalah-masalah teknis yang akan disepakati dalam perjanjian internasional.
  3. Perumusan Naskah: merupakan tahap merumuskan rancangan suatu perjanjian internasional.
  4. Penerimaan: merupakan tahap menerima naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan disepakati oleh para pihak. Dalam perundingan bilateral, kesepakatan atas naskah awal hasil perundingan dapat disebut “Penerimaan” yang biasanya dilakukan dengan membubuhkan inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional oleh ketua delegasi masing-masing. Dalam perundingan multilateral, proses penerimaan (acceptance/approval) biasanya merupakan tindakan pengesahan suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.
  5. Penandatanganan : merupakan tahap akhir dalam perundingan bilateral untuk melegalisasi suatu naskah perjanjian internasional yang telah disepakati oleh kedua pihak. Untuk perjanjian multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukan merupakan pengikatan diri sebagai negara pihak. Keterikatan terhadap perjanjian internasional dapat dilakukan melalui pengesahan (ratification/accession/acceptance/approval).
IV. Pengesahan Pernjanjian Internasional di Indonesia
Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang.
Sebelum adanya Undang-Undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, kewenangan untuk membuat perjanjian internasional seperti tertuang dalam Pasal 11 Undang Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa Presiden mempunyai kewenangan untuk membuat perjanjian internasional dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 UUD 1945 ini memerlukan suatu penjabaran lebih lanjut bagaimana suatu perjanjian internasional dapat berlaku dan menjadi hukum di Indonesia. Untuk itu melalui Surat Presiden No. 2826/HK/1960 mencoba menjabarkan lebih lanjut Pasal 11 UUD 1945 tersebut.[18]
Pengaturan tentang perjanjian internasional selama ini yang dijabarkan dalam bentuk Surat Presiden No. 2826/HK/1960, tertanggal 22 Agustus 1960, yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan telah menjadi pedoman dalam proses pengesahan perjanjian internasional selama bertahun-tahun.[19] Pengesahan perjanjian internasional menurut Surat Presiden ini dapat dilakukan melalui undang-undang atau keputusan presiden, tergantung dari materi yang diatur dalam perjanjian internasional. Tetapi dalam prateknya pelaksanaan dari Surat Presiden ini banyak terjadi penyimpangan sehingga perlu untuk diganti dengan Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai perjanjian internasional.
Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000. Dalam Undang Undang No. 24 Tahun 2000, adapun isi yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah:
  • Ketentuan Umum
  • Pembuatan Perjanjian Internasional
  • Pengesahan Perjanjian Internasional
  • Pemberlakuan Perjanjian Internasional
  • Penyimpanan Perjanjian Internasional
  • Pengakhiran Perjanjian Internasional
  • Ketentuan Peralihan
  • Ketentuan Penutup[20]
Dalam pengesahan perjanjian internasional terbagi dalam empat kategori, yaitu:
  1. Ratifikasi (ratification), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian internasional;
  2. Aksesi (accesion), yaitu apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian;
  3. Penerimaan (acceptance) atau penyetujuan (approval) yaitu pernyataan menerima atau menyetujui dari negara-negara pihak pada suatu perjanjian internasional atas perubahan perjanjian internasional tersebut;
  4. Selain itu juga ada perjanjian-perjanjian internasional yang sifatnya self-executing (langsung berlaku pada saat penandatanganan).
Dalam suatu pengesahan perjanjian internasional penandatanganan suatu perjanjian tidak serta merta dapat diartikan sebagai pengikatan para pihak terhadap perjanjian tersebut. Penandatanganan suatu perjanjian internasional memerlukan pengesahan untuk dapat mengikat. Perjanjian internasional tidak akan mengikat para pihak sebelum perjanjian tersebut disahkan.
Seseorang yang mewakili pemerintah dengan tujuan menerima atau menandatangani naskah suatu perjanjian atau mengikatkan negara terhadap perjanjian internasional, memerlukan Surat Kuasa (Full Powers).[21] Pejabat yang tidak memerlukan surat kuasa adalah Presiden dan Menteri.
Tetapi penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah, baik departemen maupun non-departemen, dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa.
Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian interansional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak. Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan yang diatur dalam undang-undang.[22]
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan Presiden.[23] Pengesahan dengan undang-undang memerlukan persetujuan DPR.[24] Pengesahan dengan keputusan Presiden hanya perlu pemberitahuan ke DPR.[25]
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:
  • masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
  • perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara;
  • kedaulatan atau hak berdaulat negara;
  • hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
  • pembentukan kaidah hukum baru;
  • pinjaman dan/atau hibah luar negeri.[26]
Di dalam mekanisme fungsi dan wewenang, DPR dapat meminta pertanggung jawaban atau keterangan dari pemerintah mengenai perjanjian internasional yang telah dibuat. Apabila dipandang merugikan kepentingan nasional, perjanjian internasional tersebut dapat dibatalkan atas permintaan DPR, sesuai dengan ketentuan yang ada dalam undang-undang No. 24 tahun 2000.
Indonesia sebagai negara yang menganut paham dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No. 24 tahun 2000, dinyatakan bahwa:
”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden.”
Dengan demikian pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional indonesia tidak serta merta. Hal ini juga memperlihatkan bahwa Indonesia memandang hukum nasional dan hukum internasional sebagai dua sistem hukum yang berbeda dan terpisah satu dengan yang lainnya.
Perjanjian internasional harus ditransformasikan menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Perjanjian internasional sesuai dengan UU No. 24 tahun 2000, diratifikasi melalui undang-undang dan keputusan presiden. Undang-undang ratifikasi tersebut tidak serta merta menjadi perjanjian internasional menjadi hukum nasional Indonesia, undang-undang ratifikasi hanya menjadikan Indonesia sebagai negara terikat terhadap perjanjian internasional tersebut. Untuk perjanjian internasional tersebut berlaku perlu dibuat undang-undang yang lebih spesifik mengenai perjanjanjian internasional yang diratifikasi, contoh Indonesia meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights melalui undang-undang, maka selanjutnya Indonesia harus membuat undang-undang yang menjamin hak-hak yang ada di covenant tersebut dalam undang-undang yang lebih spesifik.
Perjanjian internasional yang tidak mensyaratkan pengesahan dalam pemberlakuannya, biasanya memuat materi yang bersifat teknis atau suatu pelaksana teknis terhadap perjanjian induk. Perjanjian internasional seperti ini dapat lansung berlaku setelah penandatanganan atau pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, atau melalui cara lain yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.
Perjanjian yang termasuk dalam kategori ini diantaranya adalah perjanjian yang materinya mengatur secara teknis kerjasama bidang pendidikan, sosial, budaya, pariwisata, penerangan kesehatan, pertanian, kehutanan dan kerjasam antar propinsi atau kota. Perjanjian internasional mulai berlaku dan mengikat para pihak setelah memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut.